Jumat, 28 Desember 2012

Peran Perpustakaan Sekolah Dalam Menunjang Proses Belajar Mengajar


Gambar Illustrasi: Fungsi Perpustakaan sebagai sumber belajar

Salah satu faktor penting yang mewarnai proses belajar siswa adalah guru/tenaga pengajar yang melakukan kegiatan mengajar. Proses belajar yang dilakukan siswa dan kegiatan mengajar yang dilakukan guru merupakan dua proses yang tidak dapat dipisahkan dan cenderung digabung menjadi proses belajar mengajar (PBM). Kedudukan siswa dalam PBM bukanlah sebagai obyek melainkan sebagai subyek sehingga guru tidak boleh mendominasi PBM tetapi justru siswalah yang lebih aktif menjalani kegiatan.

Dalam PBM, salah satu fungsi guru adalah sebagai manager of instruction, artinya guru sebagai pengelola pengajaran. Fungsi ini menuntut kemampuan guru dalam mengelola seluruh tahapan proses belajar mengajar. Di antara kegiatan pengelolaan PBM yang penting ialah menciptakan kondisi atau situasi sebaik-baiknya sehingga memungkinkan siswa untuk belajar secara optimal. Dengan demikian, agar PBM berlangsung dengan baik guru harus dapat menciptakan suasana menyenangkan dan menantang, menyediakan serta mengatur sumber belajar sehingga siswa bebas memilih sumber-sumber belajar yang sesuai dan mudah diperoleh.

Salah satu sumber belajar yang ada dan dapat diadakan di sekolah adalah perpustakaan. Perpustakaan harus mampu menjalankan fungsinya dengan baik untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan siswa. Kegiatan siswa dalam memperoleh informasi melalui perpustakaan sebagai sumber belajar merupakan tahapan awal dalam proses belajar yaitu tahapan memperoleh informasi (acquisition), dimana tahapan ini akan mempengaruhi tahap-tahap berikutnya yaitu tahap penyimpanan informasir (storage) dan tahap mendapatkan kembali informasi (retrieval) dimana siswa akan mengaktifkan kembali fungsi-fungs memorinya menjadi sebuah pemahaman dan perilaku untuk merespon stimulus yang sedang dihadapi. Demikian berartinya fungsi sebuah perpustakaan dalam menunjang PBM di sekolah, sehingga patut kiranya bagi sekolah untuk memberikan prioritas bagi pengembangan perpustakaan sekolah dengan baik.

Namun demikian perlu diingat bahwa pengaruh perpustakaan dalam proses belajar mengajar sangat tergantung pada kemampuan perpustakaan dalam menjalankan fungsinya serta adanya usaha siswa untuk memperoleh informasi melalui perpustakaan. Disinilah terjadi hubungan timbal balik antara siswa dengan perpustakaan. Siswa mempunyai kebutuhan untuk memperoleh informasi dan kebutuhan tersebut dipenuhi oleh perpustakaan. Hal ini berarti bahwa perlu adanya perhatian sekolah untuk memberdayakan perpustakaan sekolah dengan segala penunjang yang dibutuhkan, serta kerja sama dari guru untuk memotivasi siswa menggunakan perpustakaan sebagai sumber belajar, baik dengan memberikan tugas terstruktur yang datanya didapat dari buku referensi di perpustakaan maupun mengalokasikan waktu belajar Bahasa Indonesia (misalnya) dengan program "Visit Library and Story Telling". Dengan demikian siswa akan merasa membutuhkan keberadaan perpustakaan sekolah baik untuk memenuhi kebutuhan informasi maupun mengisi waktu luang mereka. Efek domino dari pengoptimalan fungsi perpustakaan sekolah ini tentu saja adalah meningkatkan minat baca anak, sehingga mereka dapat berkembang menjadi individu yang gemar menggali informasi dari buku sebagai jendela informasi dunia.

Perpustakaan yang efektif

Perpustakaan yang efektif adalah perpustakaan yang menarik perhatian anak-anak, nyaman, mempunyai tempat yang cukup bagi anak-anak untuk membaca buku dengan leluasa, menulis, mendengarkan rekaman dan jika memungkinkan ada fasilitas komputer. Jika memungkinkan sekolah hendaknya menempatkan perpustakaan pada lokasi yang tenang dan jauh dari kebisingan (play ground, aula, atau kantin sekolah). Apabila hal ini tidak mungkin dilakukan, sebaiknya sekolah mengupayakan untuk menempatkan perpustakaan pada ruang tertutup, sehingga dapat mereduksi kebisingan dari aktivitas sekolah lainnya dan suasana tenang didalam perpustakaan pun tetap terkondisi dengan baik. Selain itu luas ruang perpustakaan hendaknya cukup memadai dengan penerangan yang bagus, tempat duduk yang nyaman untuk membaca dan menulis, bahkan jika memungkinkan mendengarkan musik (menggunakan headset). Rak buku untuk mendisplay buku (terutama buku-buku yang besar) juga harus terpajang dan tertata rapi. Hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam rangka pengoptimalan fungsi perpustakaan adalah pustakawan yang akan bertugas mengembangkan koleksi pustaka, melakukan katalogisasi dan perawatan buku-buku pustaka, serta melayani pengunjung perpustakaan dan memberikan informasi berkaitan dengan koleksi pustaka.

Dengan memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar, maka siswa akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan seluruh potensinya, yaitu:

  1. Pertumbuhan sosial/emosional
Dari buku, anak belajar tentang  banyak hal, sehingga dapat mengembangkan empatinya terhadap kisah tokoh dalam menghadapi perjuangan hidup yang susah dan penuh tantangan. Hal ini berarti bahwa anak-anak dapat mengembangkan keterampilan sosial mereka melalui sharing/cerita yang dikisahkan dalam buku yang mereka baca.

  1. Pertumbuhan Fisik
Anak-anak dapat melatih otot-otot mereka ketika menggunakan alat-alat tulis dan mengembangkan imajinasi. Mereka akan menggunakan otot mata mereka ketika mengikuti gambar dan kata dalam buku serta akal fikirannya untuk mengembangkan daya khayal yang dapat mereka representasikan dalam sebuah gambar illustrasi.

  1. Pertumbuhan kognitif
Buku membantu anak-anak mendapatkan pemahaman terhadap dunia sekitar dengan lebih baik. Anak juga akan mendapat informasi lebih mendalam tentang sebuah materi pembelajaran di kelas melalui berbagai buku referensi pada koleksi perpustakaan sekolah.

  1. Pertumbuhan Bahasa
Semua aspek baik membaca, menulis, mendengar, dan berbicara, dapat diasah diruang perpustakaan. Ketika anak mendengar cerita melalui kegiatan story telling yang dilakukan oleh guru, khususnya untuk siswa kelas 1 SD, mereka belajar kata-kata baru dan artinya, sehingga pemahaman  bahasa mereka meningkat. Demikian pula dengan kemampuan berbicara ketika anak diminta memberikan komentar oleh guru setelah cerita selesai dibacakan. Sedangkan bagi siswa yang sudah dapat membaca, maka kegiatan visit library jelas akan membuat anak menjadi lebih trampil membaca dan menuliskan sinopsis sederhana dari buku yang dibacanya. 


Pentingnya Pengembangan Sumber Daya Manusia berbasis kompetensi

Gambar Illustrasi

Dalam sebuah organisasi, sumber daya manusia (tenaga kerja) adalah komponen yang sangat penting, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada kualitas orang-orang yang berada didalamnya. Kita sama-sama tahu bahwa perubahan teknologi dan lingkungan yang bergerak demikian cepat dalam seluruh sendi kehidupan membuat persaingan pun menjadi demikian tajam. Oleh karenanya organisasi harus memiliki tenaga kerja yang berkompeten sehingga mampu merespon dengan cepat setiap perubahan yang ada, menganalisis dampaknya terhadap organisasi, serta menyiapkan  langkah  jitu untuk menghadapi berbagai kondisi.

Kinerja individu dalam  setiap kegiatan  merupakan kunci pencapaian produktivitas, karena kinerja adalah suatu hasil dimana orang-orang dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi secara bersama-sama  membawa hasil akhir yang didasarkan pada tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya, organisasi memerlukan SDM yang memiliki keahlian dan  kemampuan yang unik sesuai dengan visi dan misi organisasi. Oleh karenanya organisasi harus mampu mengembangkan potensi sumber daya manusia menjadi lebih kreatif dan inovatif.  Pengembangan SDM berbasis kompetensi dilakukan agar dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran organisasi dengan standar kinerja yang telah ditetapkan, sehingga target organisasi untuk memberikan pelayanan prima kepada konsumen pun akan tercapai.

Kompetensi erat kaitannya dengan  kewenangan setiap karyawan untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuan yang dimilikinya. Kompetensi setiap individu dalam organisasi harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan yang ada.  Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A., dalam bukunya Manajemen Sumber daya Manusia untuk Perusahaan, Dari Teori ke Praktik, menyatakan bahwa kompetensi setiap individu dapat dilihat dari beberapa karakteristik sbb:
  1. Motif, yaitu kebutuhan dasar atau pola pikir yang menggerakkan, mengarahkan, dan menyeleksi perilaku individual, misalnya kebutuhan untuk berprestasi
  2. Sifat, yaitu bawaan umum untuk berperilaku atau merespons dengan cara tertentu, misalnya dengan kepercayaan diri, kontrol diri, resistensi stres atau ”kekerasan”.
  3. Konsep diri, yaitu sikap atau nilai yang diukur oleh tes responden yang menanyakan kepada orang apa yang mereka nilai, apa yang harus mereka lakukan, atau mengapa mereka tertarik dalam melakukan pekerjaan tersebut.
  4. Content knowledge, ini berhubungan dengan fakta atau prosedur baik secara teknis ataupun personal, yang dapat diukur dengan tes responden
  5. Keterampilan kognitif dan behavioral, baik yang tidak terlihat (misal: keterampilan berpikir deduktif/induktif) maupun yang dapat diamati secara langsung (misal: keterampilan mendenganrkan secara aktif.
Selanjutnya, masih menurut Prof. Dr. H. Veithzal Rivai, M.B.A terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi, yaitu:
  1. Behavior Event Interview (BEI)/Competency Based Interview, merupakan teknik interview yang memiliki tingkat akurasi tinggi dalam mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki seseorang, yang dilakukan dengan mencari data yang detail dari pengalaman masa lalu seorang individu, misalnya tentang: Apakah yang dilakukan oleh seorang individu pada situasi tertentu; Apa yang dipikirkan dan dirasakan pada situasi tertentu; dll.
  2.  Tes, berbagai macam tes dapat dipakai untuk mengukur kompetensi, misanya work-sample test, mental-ability test, dan personality test.
  3. Assesment center, kompetensi dinilai oleh assesor, dimana penilaian tersebut dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan seperti  in-basket exercise, ”stress” exercise, wawancara, presentasi mengenai visi, misi dan strategi atau leaderless group exercise.
  4. Biodata, beberapa kompetensi dapat diprediksi berdasarkan pengalaman kerja seseorang, misalnya achievement motive, dengan melihat prestasi akademisnya, team leadership dari kegiatan organisasi yang dipimpinnya, atau relationship building dari kegiatan sosial yang diikutinya.
  5. Rating, dapat diakukan oleh atasan, rekan kerja, bawahan, atau pun spesialis SDM/assesor. Sering disebut sebagai ”3600 assessment”. Beberapa metode rating antara lain: competency assessment questionnaires, customer survey, managerial style, serta organizational climate.

Senin, 24 Desember 2012

Bagaimana Seorang Pimpinan Melakukan Pengambilan Keputusan

Gambar illustrasi

Dalam suatu organisasi hampir bisa dipastikan bahwa pengambilan keputusan dalam banyak hal merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan. Pengambilan keputusan yang tepat akan menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Sebaliknya keputusan yang diambil dengan tergesa-gesa, tanpa perhitungan yang matang, bukan tidak mungkin akan menghambat pencapaian tujuan, bahkan tidak mustahil akan mempengaruhi iklim kerja dalam organisasi.
Pengambilan keputusan oleh Fred Luthans didefinisikan secara universal sebagai pemilihan alternatif.  Senada dengan  itu Chester Barnard dalam The Function of the Executive menyatakan bahwa: “proses keputusan ... merupakan teknik untuk mempersempit pilihan”. Dari berbagai pendapat ini dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan erat kaitannya dengan pemilihan suatu alternatif untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah serta memperoleh kesempatan.
Pengambilan keputusan merupakan proses yang kompleks dimana segala sesuatunya harus dilandasi oleh prosedur dan teknik serta didukung oleh informasi yang tepat (accurate), benar (reliable) dan tepat waktu (timeliness). Pendekatan yang bisa digunakan dalam mengambil keputusan menurut George R.Terry dan Brinckloe adalah:
  • Intuisi, keputusan yang diambil berdasarkan  intuisi atau perasaan, memiliki sifat subjektif sehingga keputusan yang diambil akan mudah terkena pengaruh.
  • Pengalaman, pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman berkaitan erat dengan pengetahuan praktis, dimana pengalaman seseorang akan dapat memperkirakan sebuah kondisi yang mungkin terjadi, serta dapat memperhitungkan untung rugi dari keputusan yang akan dihasilkan. Orang yang cukup berpengalaman tentu akan lebih matang dalam membuat keputusan, namun perlu diingat bahwa kondisi yang melatarbelakangi sebuah peristiwa tentu tidak sama satu dengan lainnya. Sehingga keputusan yang diambil pun tentunya tidak dapat disamakan begitu saja. Pengambil keputusan harus tetap mempertimbangkan berbagai faktor yang melatarbelakangi kondisi pada saat itu.
  • Fakta, keputusan yang diambil berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada.
  • Wewenang, biasanya pengambilan keputusan atas dasar wewenang ini dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya.
  • Logika, keputusan yang diambil berdasar logika/rasional akan menghasilkan keputusan yang bersifat objektif, logis, lebih transparan, dan konsisten untuk memaksimalkan hasil atau target dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan.
Ada 3 langkah dalam pengambilan keputusan menurut Mintzberg yaitu:

  • Tahap identifikasi, adalah  tahap pengenalan masalah atau kesempatan muncul. Pada tahap ini juga akan dibuat diagnosis sesuai dengan kompleksitas masalah yang dihadapi.
  • Tahap pengembangan, merupakan tahap pencarian prosedur. Prosedur yang diambil bisa menggunakan solusi standar yang sudah ada atau mendesain solusi baru.
  • Tahap seleksi, merupakan tahap penentuan solusi yang dipilih. Ada 3 cara pembentukan seleksi yaitu dengan penilaian pembuat keputusan: berdasarkan pengalaman atau intuisi (bukan analisis logis), dengan analisis alternatif yang logis dan sistematis, dan dengan tawar-menawar saat seleksi yang melibatkan kelompok pembuat keputusan dan semua manuver politik yang ada.
Setelah tahap terakhir yaitu tahap seleksi dilaksanakan, pengambil keputusan akan menetapkan hasil akhir sebagai final decition, keputusan kemudian akan diterima secara formal dan otorisasi dilakukan. Perlu dicatat bahwa pengambilan keputusan merupakan proses dinamis, terdapat banyak celah berupa umpan balik dalam setiap tahap dimana proses dinamis ini mempunyai implikasi perilaku individu dan kebijakan strategi pada organisasi.

)*Dari berbagai sumber

Jumat, 21 Desember 2012

Wanita tangguh itu adalah “IBUKU…”


Mengisi hari pertama liburanku, Alhamdulillah setelah selesai masak, aku punya banyak waktu untuk menuangkan isi hatiku lewat tulisan.  Setelah ku pencet setting wireless network conection di netbook ku agar bisa masuk dalam jaringan WIFI di rumah,  akhirnya netbook murahanku pun mendapatkan sinyal, sesudah itu biasanya aku akan segera membuka google untuk mencari berita apa saja yang sedang “in” dan cukup menarik perhatianku dalam berbagai situs. Tapi entah kenapa kali ini aku tak tertarik untuk berselancar di dunia maya. Aku lebih tertarik membuka file-file lama dan foto-foto dalam setiap folder yang ada di drive D netbook ku. Begitu lancar tanganku meng-klik mouse hingga sampai aku  pada sebuah foto lama keluarga besarku. Ya……foto lebaran terakhirku bersama Almarhum bapak. Tepatnya ketika aku masih duduk dibangku kelas 4 SD, karena bapak meninggal tidak sampai setahun sesudahnya, pas aku baru saja naik ke kelas 5 SD.

Tidak terasa, bulir-bulir bening mengalir membasahi kedua pipiku. Bagai sebuah video, kehidupan masa kecilku tiba-tiba saja berputar jelas dan nyata dalam benakku. Aku, seorang gadis kecil dengan 7 saudara yang semuanya adalah kakakku. Kami adalah 8 bersaudara, 7 perempuan termasuk aku, dan hanya 1 saja yang laki-laki, kakak keduaku. Keluargaku bukanlah keluarga yang kaya, almarhum bapak adalah seorang karyawan Dinas Pendidikan dan ibuku seorang kepala sekolah sebuah SMP Negeri. Ketika bapak meninggal, baru 1 orang kakakku yang sudah berumah tangga. Otomatis ibu menjadi single parent yang harus membesarkan  kami, 7 orang anaknya, 3 orang di Perguruan Tinggi (yang Alhamdulillah semuanya adalah PTN, jadi agak murah biaya sekolahnya), 1 orang di SMA, 2 orang di SMP dan aku yang masih  SD. Begitu bapak meninggal, ibu memutuskan untuk memindahkanku ke SD di kota tempat ibu bekerja bersama 2 orang kakakku yang sudah lebih dulu pindah ke SMP  dimana ibuku menjadi kepala sekolah. Tinggallah kakakku dikota kelahiranku sendirian, karena pada saat itu dia sudah kelas 3 SMA dan akan menghadapi Ujian kelulusan. Berat tentunya buat dia jika harus beradaptasi disaat mau kelulusan begitu.

Mulailah aku dan saudara-saudaraku menjalani hari tanpa bapak. Walau pun saat itu aku tak begitu paham tentang arti sebuah kematian dan kehilangan orang yang dicintai, namun jelas sekali aku melihat betapa sulitnya ibu melalui hari-harinya.  Tidak hanya sulit secara ekonomi, tapi yang jelas lebih terasa adalah  sulit secara psikologis, merampungkan tanggung jawab pada anak-anak tanpa didampingi suami tercinta.  Namun seiring bergulirnya waktu, aku melihat sedikit demi sedikit ibu mulai tegar meneruskan perjuangan membesarkan 7 amanah Allah yang masih membutuhkan bimbingannya.  Ibu tak kenal lelah mencari uang untuk menghidupi kami. Setelah ibu mutasi jabatan ke pinggiran kota kelahiranku,  aku dan kedua kakakku pun kembali menempati rumah kami yang dulu. Sedang ibu sendiri, nglaju naik bis ke tempat kerjanya setiap hari.  Berangkat pagi hari, dan sore menjelang malam barulah beliau pulang.  Praktis waktu ibu untuk kami (aku dan kedua kakakku) hampir bisa dikatakan tidak ada, karena malam setelah beliau di rumah, tentu istirahatlah yang jadi pilihan karena lelahnya beraktivitas diluar seharian. Tugas kerumahtanggaan memang lebih banyak diselesaikan oleh bu  dhe ku yang ikut keluargaku sejak aku masih belum sekolah dulu. Masak, makan, main, mandi, lebih sering aku lalui bersama bu dhe ku ini. Jujur aku katakan, aku memang tak sepenuhnya dapat merasakan kasih sayang ibu. Kesibukan beliau mencari uang agar kami bisa terus sekolah  telah demikian menyita waktu ibu. Alhamdulillah, karena kasih sayang Allah, tak satu pun dari kami anak-anaknya yang kemudian melenceng dan menjadi anak yang bengal karena kurangnya perhatian ibu pada kami. Walau pun saat itu masih kecil, aku bisa merasakan kebesaran jiwa, kesabaran, keihklasan dan kepasrahan ibu menjalani hidup menularkan energi positif pada kami anak-anaknya. Tanpa dipaksa atau diceramahi panjang lebar, Alhamdulillah kami semua sadar bahwa kami harus belajar hidup prihatin agar bisa menjadi orang yang sukses. Jelas….tak mungkin bagi kami bisa menyelesaikan kuliah jika tak mau hidup prihatin. Setiap tahunnya ibu harus menguliahkan setidaknya 4 orang anak, karena memang usia kami tidak  terpaut jauh satu sama lain. Hanya ketika aku sudah kuliah di tahun ke 3 sajalah ibu membiayai 3 orang, karena aku memang anak bungsu. Tak bisa aku bayangkan, bagaimana perasaan ibu saat aku dan kedua kakakku pulang akhir bulan meminta jatah uang bulanan ketika kami kuliah dulu. Aku sangat yakin, disatu sisi beliau senang bertemu anak-anaknya, tapi disisi lain…..bagaimana harus memenuhi kebutuhan kami, yang bareng-bareng minta duit. Sudah terbayang berapa gaji yang beliau terima tiap bulan sebagai seorang guru di jaman itu. Sungguh suatu hal yang tak dapat dihitung secara matematis, karena pengeluaran yang tak sebanding dengan pemasukannya. Tapi itulah salah satu bukti kekuasaan Al-Mughni, Rabb Yang Maha Kaya. Jelas sudah intervensi Allah pada setiap hamba NYA yang gigih berjuang dan berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik bagi anak-anak amanah NYA.  Dan kini, perjuangan itu telah membuahkan hasil. Kami semua berdelapan Alhamdulillah bisa menjadi orang yang insya Allah dapat berbagi manfaat dengan sesama, setidaknya untuk keluarga kecil kami masing-masing, untuk anak-anak kami, cucu-cucu mereka, ibu dan bapakku.

Hari ini, di detik ini, kembali terbersit dalam benakku, betapa bakti yang telah kutunjukkan pada beliau selama ini, sama sekali tak sebanding dengan perjuangan yang sudah beliau lakukan sepanjang hidupnya untuk anak-anaknya. Disaat aku menikmati jerih payah beliau, ternyata aku tak lagi punya kesempatan untuk membahagiakan beliau walau hanya sedikit. Tak terasa, bulir-bulir bening ini kembali deras mengalir. Aduhai bapak ibu, apa kiranya yang sedang kalian rasakan di sana? Dalam alam berbeda, dalam dimensi kehidupan yang lain? Adakah salah dan dosa kami anak-anakmu membuat kalian harus memikulnya di hadapan Sang Rabbul Izzati? Andaikan bisa, ingin rasanya aku memeluk kalian, untuk sekedar melepas rasa rindu yang mengharubiru. Penuh sesak dadaku menahan kerinduan akan peluk kasih yang sempat kurasakan saat kau lepas aku menuju Pulau Batam tempatku berjihad menunjukkan baktiku pada keluarga kecilku. Tak pernah aku bayangkan sebelumnya bahwa itu akan jadi pelukan terakhir bagiku, karena 2 tahun sesudahnya aku tak punya lagi waktu untuk sekedar menemani saat-saat dirimu menghadapi sakit, bahkan aku pun tak sempat mengantarkanmu ke peristirahatan terakhir, karena aku tak kebagian penerbangan pagi. Sungguh saat ini aku sedang sangat merindukan hangat pelukmu duhai ibuku tersayang…..

“Mother how are you today….
Here is a note from your daughter…
With me everything is okay….
Mother how are you today…..”
Hanya doa yang dapat kusampaikan untuk kalian berdua duhai bapak dan ibu…..Semoga Allah lapangkan tempat kalian beristirahat, Semoga Allah terangkan persinggahan sementara ini, dan Allah ringankan segala apa yang harus kalian pertanggungjawabkan sebagai khalifah NYA di dunia.
“Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama robbayaani soghiiro”
Yaa Allah, ampunilah dosaku, dan dosa kedua orang tuaku, sayangilah mereka, seperti mereka menyayangiku diwaktu ku kecil…….

Selasa, 18 Desember 2012

"Renungan Siang Hari"



Siang tadi adalah hari terakhir siswaku masuk sekolah. Esok hari mereka akan libur 1 hari, untuk memberi kesempatan kami guru-gurunya mengisi rapor hasil belajar mereka selama 1 semester. Disela istirahat siang kami, tiba-tiba masuk salah satu teman guru yang sebenarnya jarang “ngendhong” ke kelasku. Wah…njanur gunung. Kadingaren…..alias tumben nih……tapi ya seneng-seneng ajja sih, kedatangan tamu. Bersilaturahim kan memperpanjang usia ya…….^_^

Dari berbagai obrolan kami, ada satu topik yang menurutku menarik. “Bu…saat ini aku sedang merasakan perasaan aneh”  “Aneh gimana?” sahut partnerku menanggapi cerita tamuku.  Tamuku kembali melanjutkan ceritanya “Aku nih akhir-akhir ini sering merasa takut mati. Kemarin ketika temanku yang sakit kanker kolon akhirnya meninggal, esok harinya sampai saat ini aku merasakan ketakutan. Sampai-sampai dalam tidur pun aku seperti kedatangan suatu bentuk yang tak terdefinisi, yang tiba-tiba datang menghampiriku dan mengagetkanku, hingga aku pun terbangun dengan terengah-engah. Aku mengingat mati, tapi kenapa justru membuat aku jadi loyo, tak bersemangat seperti yang seharusnya. Bukankah kalau kita sadar bahwa esok hari kita mati, harusnya kita tambah amal ibadah kita ya…..tapi kenapa ini tidak?”.  “Tingkatkan kualitas ibadahnya bu….jangan dengarkan bisikan syaitan.” sahut partnerku singkat.  “Betul bu, suamiku pun memberikan solusi seperti itu” timpal sang tamu.  “Apa mungkin aku harus ruqyah ya….biar keluar tuh yang aneh-aneh, yang lagi seneng “ngendhon” di badanku” lanjutnya lagi. “Nggak perlu susah-susah ruqyah, baca aja Al Ma’tsurat 2 kali sehari, usahakan yang Qubro ya….jika itu diamalkan insya Allah bisa kok menjadi tameng kita” (Dzikir Al Ma’tsurat adalah dzikir yang diajarkan oleh  Rasulullah  SAW yang dibaca pada pagi dan petang yang telah dirangkum oleh Hasan Al-Bana dalam sebuah buku. “Tapi bener lho bu… kemarin pas aku baca Al Baqarah, seperti ada sesuatu berdesir keluar dari tubuhku” sambung tamuku lagi. “Stop..stop…jangan biarkan diri kita terbawa dalam alur permainan makhluk gaib seperti itu. Tidak ada makhluk apa pun yang keluar dari tubuhmu saat kamu baca Al Qur’an, melainkan itu adalah kemalasan yang lenyap seiring dengan bertambahnya kadar kedekatan kita pada Rabb Sang Penguasa Alam Raya” potong partnerku cepat. “Wezzz….tumben, cakep nih tausyiahnya…..” sahutku meledek, memecah keseriusan mereka. Komentarku ini kontan membuat suasana cair, dan berujung dengan tawa renyah kami bertiga, eh…berempat ding…..ada 1 tamu lagi yang bergabung ditengah diskusi kami siang itu.

Satu hal yang jadi konsent ku dari bincang-bincang kami, adalah bahwa ternyata begitu mudahnya kita terperdaya oleh kepiawaian makhluk yang bernama “syaitan” untuk berpaling dari keimanan kepada Rabb kita. Segala daya upaya mereka lakukan untuk membuat makhluk yang bernama manusia ini agar ingkar pada tuhannya. Mulai dengan cara yang terang-terangan mengajak manusia meninggalkan ibadah dan mendekati maksiat, sampai pada cara yang paling halus seperti riya’ dalam beribadah, atau mendekati kemusyrikan dengan merasakan sesuatu yang gaib keluar dari dalam tubuh saat beribadah. Untuk hal yang terakhir ini, jujur aku tak tahu kebenarannya, tapi jauh lebih baik bila kita tak membiarkan diri kita terbawa dalam sesuatu yang tak bisa dilihat oleh kasat mata kita. 

Jauh dari itu semua, sebenarnya aku sedang merefleksi diriku sendiri. Benarkah saat ini aku sedang dekat dengan Rabb Dzat Maha Lembut yang senantiasa kuharapkan melembutkan hatiku, atau kah aku hanya sekedar melakukan rutinitas dan menggugurkan kewajiban semata???
Mengapa juga terkadang aku masih merasakan kekosongan dan kehampaan jiwa???? 
Aku paham sekali bila iman seseorang itu naik turun kayak roller coaster, dan aku pun mengerti bahwa kehampaan hidup yang sering kali menghampiriku adalah karena sebenarnya aku sedang sangat merindu pada Dzat Yang Maha Memiliki Cinta, namun sejauh itu sudahkah aku meleburkan diri dalam cumbu mesra bersama NYA. Atau ternyata jiwaku kalah dan tunduk pada nafsu lawwamah yang tak mampu kutaklukkan…..

Aduhai Robbull Izzati Yang Maha Mengerti segala isi hati, hanya Engkau lah yang kan mampu membuat hatiku kembali jernih hingga mampu menyatukan jiwa dan raga ini dalam kehangatan kasih MU. Semoga sayang MU yang abadi membuat kuat ku menapaki hari melawan kehampaan hati….sambil terus tunduk mendekatkan diri meraih ketenangan hidup dunia dan kebahagiaan hidup sesudah mati……

Senin, 17 Desember 2012

Siswa “CEMAS BERLEBIHAN” Mengapa? Bagaimana Guru Menghadapinya?

saat-saat sulit buat mereka, bagaimana seharusnya guru bersikap?

“Ibu guru kita mau ngapain ke lantai III ?”  Begitu ucap salah satu murid dengan suara terbata dan mata yang mulai ngembeng (mau nangis…^_^). Wajahnya pun mulai memerah. Maklum kulitnya putih, jadi sedikit saja kena sinar matahari, marah, atau sedih, maka wajahnya akan memerah. “Khumairoh” dong…..^_^ 
Setiap kali sekolah mengadakan kegiatan bersama di luar kelas, entah di sport hall lantai III, di Saung (semacam ruang terbuka tanpa dinding, dan hanya ada atap) atau pun di masjid sekolah ketika akan melaksanakan sholat Jum’at berjamaah, Raditya salah seorang siswa kelas 1  selalu saja menghampiri gurunya sambil mengucapkan kata-kata favorit seperti di atas. Dengan wajah penuh kecemasan, dan roman muka penuh kesedihan, dia akan bertanya pada sang guru kenapa kita harus keluar kelas, kenapa kita harus bersama dengan kakak kelas, sampai jam berapa kita berada di tempat itu (tempat selain kelas untuk sebuah kegiatan bersama seluruh siswa), dll. Jika hal seperti ini terjadi diawal masuk sekolah, tentu bukanlah suatu hal yang aneh, namun karena hal seperti ini berlangsung terus menerus, bahkan sampai semester 1 habis, maka hal ini tentu saja membuat sang guru menjadi bertanya-tanya. Ada apa sebenarnya dengan Raditya ??? 

Adalah Raditya seorang siswa kelas 1 SD yang setiap hari selalu berangkat sekolah diantar oleh ayahnya. Radit tak pernah mau ditinggal sendiri di sekolah, sebelum salah satu guru kelasnya datang, walau pun sebenarnya teman sekelasnya sudah banyak yang datang dan mengajaknya bermain. Demikain pula dengan guru piket yang setiap pagi senantiasa menyambut kedatangan seluruh siswa di gerbang sekolah.  Jadi terpaksalah sang ayah menemani sampai sang guru kelas anaknya nongol. 

Waktu istirahat adalah waktu yang sangat dinanti oleh seluruh siswa, karena mereka bisa bebas bermain di play ground, bermain bola, kejar-kejaran dengan teman, atau apa saja yang membuat anak-anak ini bergerak bebas. Namun bagi Radit saat itu bukanlah saat yang menyenangkan. Ia tidak tertarik bila harus berebut bola dengan temannya, bahkan untuk sekedar bermain ayunan pun dia tak berminat. Ia lebih suka berada di kelas. Namun ia pasti akan disuruh  keluar oleh guru di kelas, karena waktu istirahat adalah waktunya anak-anak berada di luar kelas untuk bermain bebas. 

Jika dilihat dari kematangan usia, Radit sudah 6.5 tahun, artinya usianya sudah cukup siap untuk masuk ke SD. Demikian pula dengan kemampuan kognitifnya. Radit sudah sangat siap, tulisannya rapi dan bagus, juga proporsional. Berhitung….Radit juga sudah bisa, menjumlahkan 2 bilangan sampai hasilnya 20 bahkan (wah….enak banget tuh gurunya…..^_^).  Pendek kata, semua tugas yang diberikan secara terstruktur, pasti akan dapat diselesaikan dalam waktu singkat dengan jawaban yang relatif tepat. Namun jika Radit diminta menuliskan jurnal yang berisi kegiatan sehari-hari yang sudah dilakukan, atau menggambar bebas dan mewarnai sesuka hati……oh no….jangan ditanya deh….tidak sampai 5 menit Radit pasti akan memanggil sang guru sambil berkata “ Ibu….ini ngerjainnya kayak mana, aku nggak ngerti, nggambarnya kayak mana bu….” dan pastinya ucapan itu disertai juga dengan mata yang sudah ngembeng, hampir jatuh air matanya…..Belum lagi jika sekolah mengadakan acara bersama di ruang serba guna yang melibatkan seluruh siswa dari kelas 1 sampai 6. Gelisah luar biasa jelas akan tersirat di wajah Radit.

“Cemas berlebihan” itulah komentar dari psikolog di sekolah ketika mendengar cerita sang guru tentang sosok Raditya. Lalu bagaimana guru harus mengatasi ini ? Apa sebenarnya yang menyebabkan seorang anak berperilaku seperti ini ? Benarkah ini berkorelasi dengan pola asuh over protective orang tua?

Penyebab timbulnya rasa “Cemas” ternyata sangat beragam. Perasaan cemas berlebihan bisa saja timbul ketika anak baru mulai masuk sekolah (SD),  pindah rumah baru, berinteraksi dengan pembantu rumah tangga baru, kehilangan anggota keluarga yang dicintai, atau bahkan karena kehilangan binatang kesayangannya, dll. Pada kasus Raditya, kecemasan ini muncul karena harus berpisah dengan orang yang disayangi, yaitu ayah dan bundanya, dan ini adalah hal yang wajar. Tanpa orang yang ia kenal di dekatnya, anak bisa merasa khawatir dan tidak aman. Namun bagaimana dengan kecemasan berlebihan yang muncul ketika akan beraktifitas di luar kelas?  Radit sebenarnya sudah cukup merasa nyaman dengan guru kelasnya, namun  ternyata tidak ketika ia harus berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas. Berdasarkan data base sekolah, diketahui bahwa Raditya adalah anak tunggal dari sepasang suami istri yang agak telat dapat momongan (“anak boleh pengen” gitu deh…..^_^).  Bisa dibilang Radit sangat cukup mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, berlebih bahkan. Kemana pun Radit pergi pasti akan didampingi oleh ayah/bundanya. Tak satu pun keinginannya yang tidak dipenuhi. Hari-hari dilalui Radit dengan aturan yang ketat. Segala sesuatunya sudah diatur oleh sang bunda, tanpa ada tawar menawar. Begitu sayangnya bunda dan ayah Radit pada anak semata wayangnya ini, hingga Radit diperlakukan bak kristal yang tak boleh lecet sedikit pun. Ibaratnya keluar dari pintu rumah sampai ke halaman depan saja tak boleh dilakukan sendiri. Takut Radit akan mengalami sesuatu yang tak menyenangkan. Saking takutnya sang bunda, sampai-sampai Radit tak pernah bermain diluar pagar rumahnya, apalagi bila tak didampingi oleh sang bunda/ayah.  Radit hanya boleh bermain di rumah. Itu pun tetap dengan aturan yang ketat. Tidak boleh begini, tidak boleh begitu, harus begini, harus begitu, dan sederet aturan lagi yang mesti dijalankan oleh Radit kecil ini. Akibatnya Radit cenderung menjadi anak yang terlalu berhati-hati. Tidak berani mencoba hal baru, takut melakukan kesalahan hingga kreativitasnya pun terpasung, tidak berani bersosialisasi terhadap lingkungan di luar komunitas kelasnya tanpa didampingi oleh orang dewasa yang sudah dikenalnya dengan baik (dalam hal ini guru kelas), dan ini berujung pada perasaan cemas berlebihan yang senantiasa muncul ketika melakukan kegiatan klasikal di luar kelas.

Sikap over protective orang tua, benarkah ini berkorelasi?

Tidak ada orang tua yang tidak menyayangi anaknya. Setiap orang tua pasti ingin memberikan rasa nyaman pada anak, memberikan perlindungan seoptimal mungkin, sehingga anaknya bisa berkembang menjadi anak yang baik tanpa harus menghadapi masalah. Untuk itu orang tua akan melakukan apa pun yang dianggap terbaik bagi anaknya (tindakan over protective), tanpa menyadari bahwa orang tua telah memaksakan kehendak kepada anak karena apa yang diinginkan orang tua harus dijalankan oleh anak tanpa bertanya dan berpikir terlebih dahulu apakah sang anak suka atau tidak. 

Selain memaksakan kehendak, sikap over protective orang tua menunjukkan adanya rasa khawatir yang tinggi pada anak. Khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada anak itu boleh saja, dan ini adalah suatu hal yang sangat wajar. Semua orang tua pasti memiliki perasaan seperti ini, pada orang tua yang over protektif dengan tingkat kecemasan yang tinggi dan kekurangpiawaian orang tua mengendalikannya, akan memberikan dampak yang kurang baik juga bagi perkembangan anak. Anak akan menjadi tidak kreatif dan mandiri. Mereka akan cenderung merasa takut untuk melakukan permainan yang sifatnya spontan dan berhubungan dengan fisik, misalnya saat bermain di luar, anak akan merasa tidak nyaman, seperti ada ancaman terhadap dirinya karena demikian banyak anak yang berlari berkejaran (bisa jadi takut tersenggol, takut jatuh, dll). Artinya kekhawatiran orang tua yang berlebihan akan membuat anak merasa cemas pula, sehingga ia pun ingin tetap bertahan pada zona nyaman yang telah dibentuk oleh orang tua selama ini. 

Sikap over protektif juga akan membuat anak menjadi tidak mandiri, sangat tergantung pada orang tuanya atau orang dewasa lain di sekolah yang sudah dikenalnya (guru kelas). Hal ini terjadi karena selama ini anak selalu ditemani kemana pun dia pergi, tidak diberi kebebasan dan selalu diatur sesuai keinginan orang tua. Sehingga sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukannya sendiri, menjadi tidak bisa dilakukan, karena memang dia tidak terbiasa melakukannya sendiri di rumah, selalu dibantu orang tua dan menjadi anak yang manja. Ini bukanlah kebiasaan yang baik, dan ketika anak semakin besar nanti, orang tua pun akan mengalami kesulitan mendapati ketidakmandirian mereka yang tanpa sengaja telah diciptakan sendiri oleh orang tua. 

Menjadi orang tua yang senantiasa memberi perhatian pada anak bukan berarti orang tua menjadi bayang-bayang pengintai setiap saat kemana dan dimana pun mereka berada. Sudah seharusnya orang tua memberikan kepercayaan bahwa anaknya mampu melakukan banyak hal. Beri mereka kesempatan untuk melakukan segala sesuatu sendiri, mencoba berbagai hal sendiri, dan menemukan problem solving bagi permasalahan yang dihadapinya. Manakala mereka tidak lagi sanggup menghadapi dan membutuhkan bantuan orang tua, saat itulah orang tua menunjukkan bagaimana seharusnya anak kita menyelesaikan masalahnya. Dengan memberi kebebasan pada anak untuk melakukan banyak hal, maka orang tua juga sekaligus telah mengajarkan tanggungjawab, karena anak akan memahami konsekuensi atas segala sesuatu yang dia lakukan.

Bagaimana sebaiknya guru menghadapi si “Pencemas”?

“Cemas berlebihan” ini tentu saja akan mengganggu kondusifitas kelas, karena si anak akan menangis, menyita energi guru lebih banyak, dan mungkin bisa saja membuat teman-teman lainnya tidak nyaman. Beberapa hal yang dapat dilakukan guru diantaranya adalah:
o Hentikan tangisnya, tunjukkan empati bahwa gurunya memahami kecemasan yang dihadapinya. Guru dapat mencoba menenangkan siswa dengan memegang kedua tangannya, lalu menyatakan kalimat yang membuat anak merasa lebih diperhatikan, misalnya: “Kamu sedih ya nak….ibu guru tahu kok, tapi kalau kamu terus menangis nanti lehermu sakit lho…sekarang berhenti menangis ya, lalu kita bicara…..”
o Ajak bicara setelah anak mampu mengendalikan emosi dan tidak lagi menangis. Satu hal yang harus dipahami, si “pencemas” akan kian cemas bila guru langsung membeberkan sederet aturan yang harus diikutinya di kelas, oleh karena itu sebaiknya guru tidak memaksanya. Bicaralah perlahan, arahkan pada beberapa hal yang dapat mendukung norma/aturan yang akan kita sampaikan.
o Temani si “Pencemas” bermain di luar ketika waktu istirahat, dengan tujuan mengenal lebih dekat lingkungan barunya. Bantulah dia untuk dapat menemukan teman sebanyak mungkin, lalu secara bertahap biarkan dia melakukan kegiatan bermain di luar tanpa didampingi guru kelas, namun tetap dalam pemantauan orang dewasa lain yang bertugas sebagai duty area (guru piket misalnya).
o Kondisikan si “pencemas” secara personal bila akan mengadakan kegiatan bersama secara klasikal di luar kelas. Beri gambaran sedetail mungkin tentang kegiatan bersama yang akan dilakukan, siapa saja yang akan ada dalam ruangan tersebut, apa saja yang akan dia lakukan, sampai jam berapa kegiatan berlangsung, bahkan jika perlu jelaskan pula apa manfaat dari kegiatan tersebut. Pada tahap awal tentu saja guru masih harus mendampingi si “pencemas”, namun bila pengendalian emosinya terlihat sudah lebih stabil, guru bisa memberi pengertian bahwa dia bisa duduk sendiri dalam barisan bersama teman-teman sekelasnya, dan ibu guru harus berada di barisan belakang. Yakinkan dia bahwa bu guru tetap mengawasinya dari belakang, untuk itu sebaiknya bu guru mengambil tempat yang bisa dilihat oleh si “pencemas” sehingga dia pun akan merasa tenang. Secara perlahan anak pun akan dapat mengatasi rasa cemasnya sendiri.
)*Semoga Bermanfaat.

Senin, 10 Desember 2012

Menjadi Kreatif atau Mati Suri (Catatan dari Workshop bersama Global Talent)


Menjadi Kreatif, siapa takut.....
 “Creative and Innovative Thinking”. Tak asing bukan dengan kalimat ini. Sebuah kalimat yang begitu dekat dan sangat akrab di telinga kita. Rasanya hampir semua orang pernah mendengar kalimat ini. Di tempat kerja misalnya, hampir setiap event meeting atau koordinasi apa pun kalimat ini menjadi kalimat favorit yang digunakan oleh pimpinan dan seluruh jajaran manajemennya untuk memotivasi karyawan dalam rangka meningkatkan kinerja, baik karyawan di lingkungan perusahaan, perbankan,  maupun di lembaga-lembaga pendidikan. Yang lebih penting dari semua itu sebenarnya adalah bahwa dalam kehidupan sehari-hari, setiap individu harus senantiasa berpikir kreatif dan inovatif.  Mind set seperti ini akan membuat perjalanan hidup seorang individu menjadi lebih berwarna.

Mengapa seseorang harus kreatif dan inovatif 


1. Berpikir kreatif atau mati suri
Suka atau tidak perubahan terus terjadi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat pergerakan seluruh sendi kehidupan berjalan begitu cepat. Seseorang yang tidak kreatif, akan tergilas oleh cepatnya perputaran roda perubahan. Jika ini disintesiskan pada profesi guru, maka seorang guru yang terus menerus menggunakan metode dan pendekatan yang sama saat mengajar, akan terlihat sebagai guru yang hanya menjalankan rutinitas. Dunia belajar mengajar adalah dunia yang terus berkembang. Terbayang sudah, jika seorang guru menjalankan tugas hanya sebatas menjalankan rutinitas dan menggugurkan kewajiban saja, maka bagi siswa kegiatan  belajar mengajar yang berlangsung tidak lebih dari sekedar acara mendengarkan ceramah guru. Sedangkan bagi si guru, akan mudah terjebak dalam kejenuhan dan bosan pada profesi yang dipilihnya. Atau, kalau pun tidak bosan, maka yang terjadi adalah guru tersebut akan menjadi “stagnan”  atau diam di tempat, tidak berkembang dan lupa untuk belajar.

2. Apa yang ada pada saat ini, sudah tidak  _______________  lagi
Banyak sekali ragam kalimat  yang dapat mensubstitusi kalimat  diatas sesuai dengan kondisi yang kita rasakan masing-masing, hingga makna yang tersirat mampu memaksa seseorang untuk berpikir kreatif  dan menciptakan inovasi baru, misalnya: 
 Gaji yang kuterima saat ini, sudah tidak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
(Ini alasan yang klise banget sih….tapi umumnya sangat manjur memotivasi seseorang untuk kreatif, apakah dengan melebarkan sayap pada bisnis pendukung lain, atau pun mencari pekerjaan lain yang lebih menjanjikan…….^_^)
 Iklim kerja pada saat ini, sudah tidak kondusif lagi.
 (Bagi guru) Taraf serap siswa terhadap materi yang disampaikan tdak memenuhi standar lagi.
 (Bagi guru) Gaya mengajar yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar sudah tidak menarik lagi     bagi siswa.

3. Yang ada pada saat ini agar lebih ________________ lagi.
Sama dengan no 2 di atas, disini pun dapat disubtitusi oleh berbagai ragam kalimat, misalnya:
Agar  gaji yang diperoleh pada saat ini lebih tinggi lagi.
Agar gaya mengajar yang dimiliki oleh guru lebih bervariasi lagi.
Dengan demikian seorang guru akan termotivasi untuk berkreasi dan memperkaya diri dengan berbagai gaya mengajar, menggunakan media yang lebih menarik, mencari resource sebagai bahan referensi penyusunan worksheet, assessment, dll.


Satu hal yang perlu disadari, bahwa kreatifitas bukanlah sebuah sifat yang tidak bisa diganggu gugat, sesuatu yang telah tertanam sejak dini dan tidak dapat diotak-atik lagi, namun “Kreativity is a Habit” (Kreativitas adalah sebuah kebiasaan) dan merupakan sesuatu yang dapat dipelajari serta ditingkatkan.  Setiap individu memiliki potensi kreativitas. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengembangkan potensi ini, diantaranya adalah faktor pengetahuan, pengalaman, serta motivasi. Namun faktor pengembangan kebiasaan juga tidak kalah pentingnya dalam memicu sikap kreatif baik dalam cara berpikir maupun bertindak. 

Hidup ini terus berputar layaknya sebuah roda pedati, yang pada saatnya akan  naik hingga titik kulminasi. Sesudahnya bisa dipastikan bahwa penurunan akan terjadi. Nah, sebelum gerak “roda pedati” ini mencapai titik nadir, dimana kehidupan yang dirasakan kemudian menjadi sangat membosankan dan statis,  dibutuhkan pola pikir kreatif untuk menciptakan terobosan-terobosan inovatif yang mampu mendongkrak rotasi yang terjadi ke arah yang berlawanan. Untuk itulah kreatifitas seseorang perlu diasah dan dikembangkan, sehingga seorang individu akan dapat:
 Menghasilkan ide sekehendak hati, kapan pun dia mau.
 Menemukan cara-cara baru untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik (uang)
 Membuat kesempatan bisnis baru (peluang kerja baru baik bagi diri sendiri maupun orang lain)
 Memodivikasi dan mengubah ide sehingga menjadi ide yang lebih inovatif dan lebih cemerlang
 Menghasilkan produk, jasa, dan proses baru
 Memperbaiki produk, jasa dan proses lama
 Mengembangkan solusi untuk mengatasi masalah bisnis
 Menghidupkan kembali usaha yang pingsan
 Melihat masalah sebagai kesempatan
 Menjadi lebih produktif
 Menjadi orang yang penuh ide
 Mengetahui saat harus mencari “ide terobosan”
 Menjadi individu yang penting bagi siapa saja

Apa yang dapat dilakukan untuk mengasah kemampuan kreatif kita?


1. Tentukan kuota ide
Latihlah pikiran kita setiap hari. Temukan 5 ide baru setiap harinya, untuk mengatasi tantangan yang sedang dihadapi. Pekan pertama memang akan terasa berat. Tetapi selanjutnya, tanpa terasa kita akan menjadi orang yang penuh ide.
2. Dapatkan nada
Banyak hal yang kita dapati sepanjang hari. Begitu banyak benda, pemandangan, kegiatan, bahkan informasi yang kita temui. Tetapi seringkali kita tidak memperhatikannya, kita hanya melihat saja. “Mendapatkan nada” dalam bahasa sehari-hari berarti memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekitar kita. Perhatian pada lingkungan sekitar sebenarnya akan membantu kita mengembangkan kemampuan yang luar biasa untuk menemukan kehebatan saat melihat hal-hal biasa. Dengan demikian apa yang terjadi di lingkungan sekitar akan menjadi sumber ide.   
3. Jangan jadi Tuan Kebiasaan
Tuan-tuan kebiasaan akan selalu melakukan sesuatu dengan cara yang sama. Jangan menjadi seorang tuan  kebiasaan. Masukkan berbagai perubahan secara sengaja ke dalam kehidupan rutin, seperti:
o Lalui rute yang berbeda ke tempat kerja
o Ubahlah waktu tidur 
o Ubahlah waktu kerja
o Dengarkan stasiun radio yang berbeda setiap hari
o Baca koran yang berbeda
o Cari teman baru
o Cobalah resep yang berbeda
o Ubahlah jadwal libur anda
o Ubahlah kebiasaan membaca anda, kalau biasanya anda membaca buku non fiksi, coba baca buku fiksi
4. Beri makan otak anda
Para pemikir kreatif biasanya membaca untuk memberi makan otak mereka dengan informasi dan ide baru. Otak yang tidak memberi makan dirinya maka akan memakan dirinya sendiri (Gore Vidal)
5. Buatlah bank otak
Kumpulkan dan simpan ide-ide kita. Sediakan sebuah wadah (kaleng, kotak, laci atau map) untuk ide atau pemicu ide. Mulailah mengumpulkan iklan, kutipan, desain, ide, pertanyaan, kartun, gambar, coretan, dll, yang dapat memicu ide dengan cara mengait-ngaitkannya.
Ketika sedang mencari ide baru, kocoklah wadah itu dan tariklah dua atau lebih secara acak, dan lihatlah, apakah mereka dapat memicu gagasan yang mengarah ke ide baru. Jika tidak, kocok lagi, hingga akhirnya anda menemukan kombinasi ide-ide yang menarik dan berguna.
Contoh:
"Suatu hari saya menghadapi tantangan untuk meningkatkan penghasilan. Ketika saya mengocok bank otak, saya menarik sebuah artikel mengenai bisnis loundry kiloan di sekitar kampus, yang satu lagi saya menarik sebuah brosur sepeda motor. Dengan menggabungkan secara bebas, keinginan menambah penghasilan, bisnis loundry kiloan, dan sepeda motor, saya menemukan ide untuk mendirikan usaha loundry kiloan dengan service antar jemput."
6. Jadilah pecandu jalan-jalan
Jadilah seorang pecandu jalan-jalan. Bilamana kita merasa bosan dan jenuh, segeralah pergi ke toko, pameran dagang, eksibisi, perpustakaan, museum, toko barang bekas, pameran kerajinan, panti jompo, toko mainan, atau sekolah. Ambil sesuatu secara acak, lalu kaitkan benda itu dengan masalah yang ada dalam pikiran kita. Pikiran itu seperti tumbuh-tumbuhan, ia berbunga pada kondisi tanah dan iklim tertentu, serta layu pada kondisi yang lain.
7. Tangkaplah pikiran anda
Perhatikan pikiran-pikiran anda. Mereka datang secara tak terduga seperti seekor burung yang terlihat di atas pohon, dan ketika anda tidak memperhatikannya, ia menghilang. Anda harus mencatat ide anda, begitu terpikir, tuliskanlah segera. Para psikolog  telah menunjukkan bahwa kita hanya mampu menyimpan sekitar lima sampai sembilan potong informasi dalam pikiran kita setiap saat. Secara umum, memori jangka pendek dapat menyimpan dengan baik selama beberapa detik. Setelah itu ingatan akan melemah, dan setelah 20 detik informasi itu hilang seluruhnya, kecuali jika anda terus mengulangi atau mencatatnya. Untuk itulah segera catat begitu ide terlintas dipikiran kita.
8. Berfikirlah dengan benar
Berusahalah dengan penuh kesadaran untuk membuat pikiran kita lebih mahir dan luwes. Membuat daftar adalah cara yang ampuh untuk meningkatkan kemahiran berfikir, karena kegiatan ini memaksa kita untuk memusatkan energi dengan cara yang sangat produktif.

Jika saat ini kita termasuk  orang yang kurang kreatif, tak usah minder karena kreativitas kita bisa di tingkatkan dengan memulai mengembangkan sifat-sifat dan kebiasaan hidup kreatif. Biasakan diri untuk bersikap terbuka, berani mencoba, menyukai tantangan, suka berimajinasi, menyukai variasi,  dan selalu bergairah dalam hidup. Insya Allah kedepan kita akan jauh lebih kreatif dan mampu menghasilkan inovasi-inovasi yang luarbiasa sehingga hidup pun akan jadi lebih produktif.  

Kamis, 06 Desember 2012

Dampak TV Bagi Perkembangan Anak : Apa yang Dapat Dilakukan ? (Sebuah catatan dari seminar bersama Ibu Nina Armando)


Save Children From Weapon of Mass Destruction
Pada masa sekarang ini, televisi merupakan benda elektronik yang sangat akrab dengan manusia, termasuk anak-anak kita. Televisi merupakan media massa elektronik yang mampu meyebarkan berita secara cepat dan memiliki kemampuan mencapai khalayak dalam jumlah tak terhingga pada waktu yang bersamaan. Televisi dengan berbagai acara yang ditayangkannya telah mampu menarik minat pemirsanya, dan membuat pemirsannya ‘ketagihan’ untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan. Demikian pula bagi anak-anak, menonton televisi sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kesehariannya, bahkan acara “nonton tv” sudah menjadi agenda wajib bagi mereka. Anak-anak masa kini dikatakan hidup dalam apa yang disebut “Screen Culture” atau “Screen Age” dimana mereka begitu dekat dengan media seperti TV, videogame, HP, internet, VCD, komik, buku, radio, dan majalah. Namun demikian, media elektroniklah yang lebih akrab dengan dunia anak, bahkan “si kotak ajaib” (julukan bagi TV) sering dianggap sebagai “keluarga” atau bahkan “babysitter” bagi anak.

Kita semua tahu, bahwa TV ibarat Dewa Janus yang memiliki 2 wajah, disatu sisi bermuatan positif yang bersifat prososial, informasi, dan pendidikan, namun di sisi lain memiliki muatan negatif yang bersifat antisosial (seks, kekerasan, bahasa kasar, konsumerisme, mistik, gosip, dll). Disadari atau tidak, sisi negatif inilah yang lebih dominan memberikan pengaruh, dan yang paling mudah/rentan terpengaruh tentu saja anak-anak kita. TV membuat anak tidak dapat berfikir dengan baik sehingga anak akan menerima informasi dari TV mentah-mentah, menyerap apapun tawaran dari media tersebut, karena mereka belum memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan bagi dirinya sendiri. “Chidren see, Chidren do”, anak belajar melalui pengalaman langsung, instruksi formal, atau melalui pengamatan terhadap tindakan pihak lain. Dalam hal ini media sangat berperan.

Secara umum, pola menonton TV anak buruk. Kebiasaan menonton TV pada anak adalah 1.600 jam setahun, dua kali lipat dibandingkan kebiasaan sekolah yang hanya 740 jam setahun (YPMA, 2008). Dapat dikatakan bahwa konsumsi TV anak-anak tinggi, jumlah jam menonton pada hari libur lebih tinggi daripada pada hari sekolah, waktu luang diisi dengan menonton TV, dan menonton TV tanpa pendampingan. Buruknya lagi kebiasaan ini sudah diawali sejak dini. Kebiasaan menonton TV yang terbentuk sejak kecil dan terbawa hingga besar ini telah menciptakan anak-anak sebagai “Omnivision”, mereka menonton segala acara termasuk tayangan orang dewasa, tanpa ada seleksi acara atau pun aturan dan pembatasan untuk menonton TV, bahkan yang lebih parah lagi anak-anak menonton tayangan tersebut karena orang tua menonton acara tersebut.


Sadar akan buruknya dampak dari media elektronik, maka orang tua perlu membuat anak menjadi “imun”  bukan “steril” karena kita tidak mungkin mengisolasi anak dari media TV. 

APA YANG BISA DILAKUKAN ORANG TUA UNTUK MEMBUAT “IMUN”?
Hal-hal yang dapat dilakukan oleh orang tua diantaranya adalah :

1. Membatasi waktu  menonton 2 jam saja.
Ini memang tidak mudah dilakukan terutama bagi ibu bekerja. Untuk itu orang tua dapat bekerja sama dengan pengasuh/pembantu, sehingga aturan yang ditetapkan dapat berjalan dengan baik. Beri pengertian sebaik dan sesering mungkin kepada “ASISTEN” kita, alas an mengapa anak kita harus u waktu menontonnya. Walau ini memang tidak mudah, tapi tidak ada alasan bagi orang tua mana pun untuk tidak melakukan hal ini.

2. Orang tua harus terlibat dalam media yang dikonsumsi anak (melakukan pendampingan ketika anak menonton).
Luangkan waktu untuk mendampingi anak baik ketika mereka menonton televisi maupun bermain game dan mengakses internet, sehingga orang tua akan dapat memberikan penjelasan kepada anak untuk mengcounter tayangan yang tidak mendidik baik dari iklan sponsorship atau pun iklan cuplikan acara TV yang lain.

3. Pilih hanya media yang sehat.
Pastikan bahwa anak-anak hanya mengkonsumsi tayangan sesuai dengan perkembangan umur mereka dan layak untuk ditonton (biasanya pada layar akan muncul “SU” artinya tayangan untuk semua usia, “BO” tayangan yang membutuhkan bimbingan orang tua, dll)

4. Ajari “Pendidikan Literasi Media” bagi anak sejak dini, yaitu membuat anak menjadi “Melek Media” sehingga mereka menjadi :
Sadar ketika mengkonsumsi media
Kritis terhadap isi media
Sedikit banyak tahu tentang dampak media
Punya pengetahuan bagaimana media diproduksi
Tahu bagaimana menggunakan media

Syarat-syarat pendukung bagi terciptanya konsumsi media TV yang sehat adalah :
1. TV hanya 1 di rumah
2. Jangan membuat ruang TV terlalu nyaman
3. Jangan memiliki TV yang membuat nyaman (Ct: TV plasma.....hehehe....^_^)
4. TV dan komputer diletakkan di “ruang publik” di rumah

Pendek kata orang tua harus mau melakukan “Diet Media” dengan cara 1) Selektif memilih acara TV, film, game, main internet.  2) Membatasi jam menonton TV, bermain game, menonton film, dan mengakses internet.  3) membuat aturan (sebagaimana telah diuraikan di atas) dan sangat dianjurkan untuk melakukan pendampingan saat anak mengkonsumsi media: TV, game, internet, film, dll. Orang tua harus pandai dan kreatif menciptakan kegiatan untuk anak, sehingga keinginan anak untuk berinteraksi dengan TV atau pun game online dapat dialihkan pada kegiatan-kegiatan lain karena pada umumnya anak tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengisi waktu luangnya sehingga mereka kemudian lari pada media (TV, games, internet)

APA SAJA KEGIATAN UNTUK MENGURANGI INTERAKSI ANAK DENGAN MEDIA ELEKTRONIK?

Orang tua harus dapat menciptakan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian anak dari interaksi yang berlebihan pada media elektronik, terutama diwaktu luang mereka. Kegiatan kreatif yang bisa dilakukan orang tua diantaranya adalah:

1. Mendongeng
Tidak ada anak yang tidak suka mendengarkan dongeng, apalagi jika dongeng itu disampaikan dengan cara yang menarik, interaktif, atau jika memungkinkan libatkan anak untuk menjalankan peran dalam dongeng tersebut. Orang tua dapat menggunakan berbagai media untuk memperkuat karakter tokoh dalam dongeng, misalnya: memakai topeng dari kain sarung (seolah-olah seperti Ninja), menggunakan guling sebagai senjata, dll. Agar lebih menarik, orang tua dapat juga membuat dongeng tersebut bersambung. Ketika sampai pada bagian yang menegangkan, hentikan dongeng dan lanjutkan esok harinya. Hal ini akan membuat anak penasaran dan ketagihan untuk mendengarkannya esok hari. 

2. Membaca Buku
Orang tua dapat membuat perpustakaan mini dan mengajak anak untuk cinta membaca. Alokasikan dana dan waktu setiap bulan untuk mengajak anak berbelanja buku sehingga anak dapat menentukan sendiri bacaan yang diinginkan (tetap dengan arahan orang tua tentunya). Jika memang tidak memungkinkan (karena keterbatasan dana misalnya) orang tua bisa juga membeli buku cerita anak-anak di pasar loak atau meminjam ke perpustakaan (atau bisa juga googling ya….banyak cara sepertinya…..^_^)

3. Mengajak anak bermain.
Banyak sekali permainan tradisional yang tidak lagi dikenal oleh anak-anak kita. Untuk itu orang tua dapat mengajak anak-anak bermain bersama, misalnya: congklak, bola bekel, bermain rumah-rumahan dengan kardus bekas, dll.

4. Menggambar/mewarnai/bermain musik, dll
Orang tua dapat mengisi waktu luang anak dengan kegiatan ini sambil menggali potensi anak di bidang seni.

5. Berkebun.
Ajak anak untuk berkebun. Biarkan anak bermain dengan tanah, menggali dan menanam sendiri, lalu berikan tanggung jawab pada anak untuk merawatnya. Kesempatan ini juga bisa digunakan orang tua untuk menjelaskan karekteristik tanaman, bagaimana cara merawatnya, zat apa yang menjadi sumber makanan bagi tanaman, dll.

6. Memasak
Anak akan senang bila dilibatkan dalam kegiatan di dapur. Orang tua dapat melibatkan anak untuk merencanakan menu makanan yang akan dimasak lalu memasaknya bersama-sama. Biarkan anak ikut melakukan aktivitas yang tidak berbahaya seperti memetik sayuran atau mengambil wadah. Dalam kegiatan ini orang tua juga dapat menjelaskan kandungan serta manfaat dalam sayur/bahan-bahan yang akan dimasak.

Masih banyak lagi aktivitas yang dapat diciptakan orang tua. Dengan melakukan kegiatan bersama seperti di atas selain kedekatan orang tua dan anak akan terjalin akrab, anak pun akan menjadi lebih kreatif karena banyak hal yang dilakukan (tidak pasif seperti ketika mereka menonton televisi).    )*Semoga Bermanfaat.