Rabu, 13 Februari 2013

Metamorfosis Kupu-kupu Vs Roda Kehidupan



Suatu pagi yang cerah, seperti biasa gadis pemetik bunga berjalan menuju taman bunga. Anyelir, Lili, Crisant, dan beberapa kuntum mawar hutan akan dipetiknya untuk menggantikan bunga-bunga dalam jambangan sang majikan yang mulai melayu. Diantara warna-warni kuntum-kumtum segar itu, mata gadis ini berhenti pada sesuatu yang bergelantungan di salah satu ranting pohon bunga Kaca Piring. Didekatinya pohon itu, dan tahulah si gadis bahwa benda tersebut adalah kepompong. 

Ada sesuatu yang aneh dari kepompong ini, batin sang gadis. Diamatinya kepompong lebih cermat lagi. Matanya pun menangkap sebuah lubang kecil yang timbul dari bagian ujung kepompong. Lubang yang sedikit demi sedikit membesar itu ternyata adalah hasil usaha seekor bayi kupu-kupu yang sedang berjuang melepaskan diri dari kepompong pembungkus. Gadis ini pun duduk, mengamati dan memperhatikan kejadian yang baru pertama kali dia temui. Berjam-jam gadis ini menyaksikan betapa sang bayi kupu-kupu harus berjuang keras, memaksakan diri untuk mengeluarkan badannya melalui lubang tersebut. Namun tiba-tiba proses ini berhenti tanpa ada kemajuan lebih lanjut. Walau sudah sekuat tenaga sang bayi kupu-kupu ini berjuang, namun tetap saja ia belum mampu menembus kepompong pembungkus untuk mengeluarkan seluruh badannya. 

Rasa iba yang begitu besar, membuat gadis pemetik bunga yang baik hati ini akhirnya memutuskan untuk menolong bayi kupu-kupu keluar dari kepompong. Diambilnya sebuah gunting untuk membuka kepompong tersebut dan akhirnya kupu-kupu kecil itu pun keluar dengan mudah, walau dengan tubuh yang lemah dan sayap yang mengkerut.  Perasaan  lega luar biasa jelas tergambar di raut wajah sang gadis, ia pun membawa pulang kupu-kupu kecil untuk dirawatnya.

Waktu terus bergulir, hari berganti hari. Setiap saat sang gadis mengamati kupu-kupu kecil kesayangannya. Namun alangkah sedihnya gadis itu, harapannya bahwa kupu-kupu kesayangannya akan semakin besar dengan sayap indah yang terbuka lebar, yang sanggup menyangga tubuh sang kupu-kupu hingga menjadi kuat dan bisa terbang, ternyata tak pernah terwujud. Ya…….kupu-kupu ini tak pernah tumbuh menjadi kupu-kupu yang sempurna. Sang kupu-kupu pun akhirnya  hanya dapat menghabiskan sisa waktu hidupnya dengan merangkak, tubuhnya lemah dan sayapnya tetap mengkerut,  tidak pernah bisa terbang.

Gadis pemetik bunga yang baik hati ini tidak mengerti bahwa kebaikannya menggunting kepompong untuk membantu kupu-kupu tersebut mengeluarkan diri, telah membuat sang kupu-kupu tidak dapat menjadi kupu-kupu yang sempurnya. Gadis ini tidak pernah tahu bahwa kepompong yang menjerat dan  perjuangan yang harus dilakukan oleh kupu-kupu untuk dapat lolos melewati lubang kecil menembus kepompong pembungkus, adalah cara Allah untuk mendorong cairan dalam tubuh si kupu-kupu ke sayapnya, sehingga pada saatnya nanti, kupu-kupu tersebut akan kuat dan sanggup menyangga tubuhnya, serta siap untuk terbang ke alam luas setelah bebas dari kepompongnya. Hal ini adalah sebuah proses yang harus dilalui sebagai salah satu fase metamorfosis sang kupu-kupu hingga kemudian menjadi seekor kupu-kupu yang sempurna.

           ***********************************************************************

*LIFE IS A STRUGGLE*

Mungkin itulah kalimat yang tepat bagiku untuk menganalogkan metamorfosis kupu-kupu dalam kehidupan ini.  Ketika kita memuji indahnya kupu-kupu yang hinggap di bebungaan, pernahkah terpikir oleh kita bahwa sang kupu-kupu harus melewati perjalanan panjang dan usaha yang luar biasa hingga akhirnya menjadi seekor serangga nan cantik?

Terpikirkah oleh kita, bahwa segala sesuatu yang Allah tentukan atas kehidupan ini, susah atau pun senang, kebahagiaan atau pun kesedihan, sesungguhnya adalah sebuah proses pembentukan diri menjadi pribadi yang lebih baik, sabar, kuat dan ikhlas karena keyakinan menyandarkan diri pada Sang Penggegam jagad raya?  Perjuangan mutlak diperlukan dalam hidup ini. Jika Allah tak pernah memberikan ujian dalam hidup kita, sudah dapat dipastikan bahwa kita akan menjadi orang yang lemah, tidak sekuat sekarang, tidak pula sesukses saat ini. 

Lihatlah…….bagaimana Allah telah menciptakan seekor kupu-kupu dengan bentuk yang rupawan dan sayap yang indah berwarna-warni. Bukan sim salabim dalam waktu singkat, bukan pula tanpa perjuangan dan usaha yang gigih. Dibutuhkan proses panjang dalam beberapa fase kehidupan. Sebelum secantik fase terakhir dalam hidupnya, kupu-kupu ini pernah berada dalam fase dimana ia tak disukai manusia, dianggap sebagai parasit, pemakan pucuk/tunas dedaunan, yaitu ketika telur kupu-kupu berubah menjadi ulat. Saat sang ulat berubah menjadi kepompong pun, tampilannya sama sekali tidak menarik. Namun pada fase ini, ulat yang telah berubah menjadi kepompong dan seolah sedang berhibernasi/berdiam diri, sesungguhnya sedang berusaha keras mempersiapkan diri untuk mengubah dirinya menjadi seekor kupu-kupu dengan sayap warna warni nan cantik.

Analogi yang dapat diambil dari proses ini adalah, bahwa kehidupan manusia bisa saja berada pada sebuah titik nadir saat kegagalan datang menyapa. Keterbatasan yang kita miliki bisa jadi akan membuat kita terpuruk kian dalam manakala kita tak mampu membangkitkan semangat hidup, tak  bisa meyakini bahwa Allah adalah sebaik-baik pembuat keputusan.  Anggaplah ini merupakan  fase kehidupan sebagai “ulat” dalam metamorfisis kupu-kupu, dimana masa hidup sang ulat singkat saja, tidak selama  fase kepompong. Dari fase ini, sebenarnya Allah telah tunjukkan pada kita agar tidak berlarut-larut dalam kegagalan,  kesedihan, kedukaan, atau apa pun itu yang membuat sebuah jiwa merasa jadi orang yang paling susah sedunia.  

Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah:155 yang artinya:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”

Adalah sebuah sunnatullah bila hidup mengalami pasang surut. Bagaimana kita akan bisa dinyatakan lulus sebagai khalifatullah yang berkualitas dengan predikat cum laude, jika kita tak pernah diuji oleh Sang Guru Besar dalam sebuah Universitas Kehidupan? Lalu bagaimana bila kita dinyatakan tidak lulus, atau harus mengikuti remedial?

Laa Tahzan, Innallaaha Ma’anaa….”Jangan bersedih, Allah bersama kita” QS.At-Taubah:40

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamu orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” QS. Ali Imran:139.

Dari kedua ayat diatas, jelas sudah bahwa Allah menyuruh setiap muslim yang beriman untuk menyandarkan segala sesuatunya kepada Allah, sebagaimana firman NYA:
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” QS. Al-Baqarah:153

Menanamkan keyakinan sekuat mungkin “bahwa segala yang Allah tetapkan atas diri kita adalah yang terbaik buat kita” adalah jalan terbaik untuk bergegas bangkit dari keterpurukan. Orang bijak bilang “Kegagalan adalah sukses yang tertunda”. So….it’s time to move on…..Tidak ada kesuksesan yang dapat dicapai tanpa usaha. 

Hidup ini tidak seperti mie instant, atau fast food di resto cepat saji yang hanya butuh waktu beberapa menit saja untuk menyiapkannya. Lihatlah usaha keras ulat mengubah dirinya menjadi kupu-kupu dalam hibernasinya dibalik kepompong pembungkus. Butuh proses untuk mengubah diri hingga bisa menjadi serangga yang cantik. Demikian pula dengan kita. Butuh perjuangan panjang, serius, tekun, sabar, pantang menyerah, dan segambreng akhlak terpuji lainnya agar bisa mewujudkan mimpi kita. Dan satu yang pasti, butuh konsistensi juga. Man jadda wa jadda, barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil. Setelah usaha maksimal kita lakukan, jangan lupa kembalikan lagi segala sesuatunya kepada Yang Maha Mengatur. Sebagai seorang muslim tentu kita tak boleh lupa bahwa usaha memang harus, tapi soal hasil adalah hak prerogatif Allah. Semoga Allah mudahkan segala usaha kita hingga kita mampu tampil menjadi kupu-kupu nan cantik yang siap untuk senantiasa menebar manfaat bagi orang-orang disekitar kita.

Rabu, 06 Februari 2013

"Supervisi Pendidikan": Kenapa harus galau saat akan diobservasi ???? (Bag. 1)



“Bu….sudah diobservasi sama KepSek dan Pengawas belum?”
“Belum, kenapa Bu…..?”
“Sama dong kalau begitu, saya juga belum. Jadi H2C deh…..? Kapan ya kira-kira ? Nggak jelas gini sih, ntar pas wayahnya kitanya lagi nggak siap aja…..ujug-ujug nongol”
 ***********************************************************************

“Bu….sudah kebagian diobservasi belum?
“Belum Bu, kenapa….?”
“Ibu harus siap-siap lho….harus bener-bener bu, jangan kayak guru-guru yang sudah diobservasi kemarin. Ada yang manajemen kelasnya jelek, ada yang nggak menguasai materi, ada juga yang ngajarnya nggak pake media sama sekali. Apalagi ibu ini kan guru honor di sini, jadi performanya harus bener-bener bagus lho….kalau nggak bisa-bisa sekolah ini nggak mau pake’ tenaga ibu lagi deh….”
 ***********************************************************************

Itulah sekelumit  percakapan yang muncul diantara guru-guru di sudut kantin sekolah saat jam makan siang. Observasi atau pengamatan langsung proses KBM oleh kepala sekolah/pengawas sebagai rangkaian kegiatan supervisi pendidikan, merupakan hal yang sangat wajar dan seharusnya menjadi sebuah  rutinitas yang kontinyu dan berkesinambungan. Hal ini berarti, seharusnya tidak perlu ada satu pun guru yang merasa H2C, atau harus prepare habis-habisan ketika akan dilakukan kegiatan observasi, karena toh…seluruh guru sudah terbiasa diobservasi secara rutin.  Namun  kenapa masih ada perbincangan seperti diatas? Ada apa dengan kegiatan supervisi kepala sekolah/pengawas? Mungkinkah supervisi yang dilakukan tidak ajeg, tidak rutin, dan muncul tiba-tiba di depan kelas kayak “Tok Tok Wow….” (kalau supervisornya lagi mood gitu....^_^ tanpa jadwal rutin, bisa jadi diobservasi 2 tahun sekali) ditambah lagi sang supervisor pasang wajah “sok jaim, sok berwibawa, and so on…”? (jadi bikin si guru segen, gak enak body, dan yang paling parah adalah guru jadi grogi, trus berdampak pada tidak optimalnya kegiatan pembelajaran di kelas pas saat disupervisi). Nah loh.....enggak enak bener ujung-ujungnya. 

Bagaimana sih sebenarnya persepsi guru terhadap kegiatan supervisi ini? Bagaimana pula seharusnya seorang supervisor memandang sebuah kegiatan “supervisi pendidikan”?

Pengertian supervisi pendidikan

  Menurut Good Carter, supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan  jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran. 
  Menurut Boardman et., supervisi adalah  salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran, dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dalam masyarakat demokrasi modern.
  Menurut Wilem Mantja (2007),  supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan
  Menurut Kimball Wiles (1967) Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut : “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”.
  Menurut Ross L (1980), supervisi adalah pelayanan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
  Menurut Purwanto (1987),  supervisi  ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah  dalam melakukan pekerjaan secara efektif.

Pandangan guru terhadap supervisi pendidikan

Bagi sebagian guru, kegiatan supervisi membuat suasana kerja menjadi kurang nyaman. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kemungkinan tentang persepsi guru terhadap kegiatan supervisi, diantaranya:
  • Supervisi dianggap sama dengan inspeksi, yakni kegiatan untuk mencari kesalahan-kesalahan guru, sehingga seringkali guru merasa bahwa supervisor yaitu kepala sekolah/pengawas cenderung bersikap otoriter. 
  • Guru merasa tertekan dan terancam, maka sedapat mungkin menghindari kegiatan supervisi, agar tidak kecewa 
  • Khawatir adanya perilaku kurang simpatik dari kepala sekolah/pengawas, sehingga guru kemudian akan merasa tertekan dan dipermalukan 

Ada banyak hal yang membuat guru selaku obyek supervisi, seringkali terlihat terbelakang, tidak kompeten, dan terkesan tidak berperforma baik dalam proses KBM ketika supervisi dilakukan, diantaranya adalah:
  • Seringkali guru terjebak dalam rutinitas tugas sehari-hari, dan terlena, tidak termotivsi untuk mengembangkan diri 
  • Iklim kerja yang kurang menggairahkan, monoton, sehingga guru merasa puas dengan apa yang sudah dilakukan selama ini, dan tidak termotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam kegiatan pembelajaran
  • Lingkungan kerja yang kurang kompetitif 
  • Insentif dan jaminan kerja yang kurang menarik/ menantang 
  • Pengaruh pimpinan yang sering kurang memberi motivasi 
  • Guru sangat disibukkan dengan tuntutan kegiatan administratif dan menyebabkan jenuh, sehingga menjadi  apatis, dsb 

Beberapa hal diatas seringkali membuat para guru terjebak dalam ketidakprofesionalan, lebih mementingkan tugas-tugas administrasi, sementara tugas utamanya sebagai pendidik sekaligus “transfer of knowledge” pada siswa mendapatkan porsi yang kecil karena energi guru lebih banyak terserap untuk  menyelesaikan beban tugas yang lain. Akibatnya ketika obsevasi dilakukan, guru menjadi gugup, karena kurangnya persiapan. 

Dalam kondisi seperti ini, maka akan muncul beberapa masalah dalam kegiatan supervisi sebagai berikut:
  • Guru menganggap bahwa supervisi adalah  sama dengan evaluasi yang hanya sekedar mencari-cari kesalahan saja. Dalam hal ini guru akan merasa kecewa atau segan apabila akan dievaluasi, karena akan terlihat kelemahannya oleh orang lain (supervisor).
  • Guru berasumsi bahwa supervisi selalu berangkat dari kepentingan pengawas/kepala sekolah, dan bukan kepentingan guru, sehingga hubungan menjadi kurang menyenangkan.
  • Dalam proses supervisi,  hubungan antara supervisor dan guru adalah hubungan  atasan  dan bawahan,  sehingga secara psikologis guru merasa tertekan, dan supervisor ada pada pihak yang menang.
  • Pada kondisi kepala sekolah yang kurang memberikan motivasi, pendekatan yang dilakukan oleh kepala sekolah sebagai supervisor terhadap guru dalam menjalankan tugas supervisi biasanya bersifat otoriter, sehingga guru tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan keunggulannya.
  • Sasaran supervisi lebih dititik beratkan pada kegiatan administratif, seperti teknik membuat persiapan, RPP, penyediaan media pembelajaran yang digunakan, serta berbagai sarana-prasarana penunjang KBM, bukan pada peningkatan kualitas mengajar guru.
  • Reformasi pendidikan belum mengubah secara signifikan teknik dan pendekatan supervisi, sehingga supervisor lebih sering mencari kesalahan obyek supervisi (guru) dari pada memberikan solusi demi terwujudnya peningkatan kualitas pembelajaran.

Tentu saja dibutuhkan kerjasama, pengertian, serta pengembangan hubungan kerja yang baik dalam lingkungan sekolah (antara guru, kepala sekolah, dan pengawas), agar masing-masing komponen, baik yang menjadi obyek supervisi maupun supervisor dapat menjalankan fungsi dan perannya secara optimal tanpa menimbulkan tekanan terutama terhadap guru sebagai obyek supervisi. Untuk itu guru perlu mengubah persepsinya tentang konsep “Supervisi Pendidikan” yaitu:
  • Supervisi merupakan proses pemberian bantuan dan pembinaan kepada guru untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas
  • Sifat hubungan dalam kegiatan supervisi adalah  kemitraan (kolegial)
  • Kegiatan supervisi dapat menjadi ajang pemecahan masalah bersama-sama 
  • Supervisi sebagai kebutuhan bersama dalam  usaha memperbaiki pendidikan 
  • Semua komponen baik guru sebagai obyek supervisi  maupun kepala sekolah/pengawas  sebagai supervisor  harus berpikir positif terhadap kegiatan supervisi 

Bilamana persepsi guru terhadap kegiatan supervisi seperti diatas, maka supervisi yang dilakukan akan  memberikan hasil positif, tanpa ada guru yang merasa tertekan, karena supervisor yaitu kepala sekolah/pengawas melakukan tugas supervisinya dengan prinsip kemitraan, memberikan feedback, saran dan masukan pada guru secara personal ( tidak melibatkan guru lain, apalagi mengkritik didepan guru lain) serta memberikan solusi bagi permasalahan yang muncul dalam  proses KBM melalui diskusi dan tukar pendapat dengan guru ybs untuk menentukan alternatif solusi yang dapat dipilih. 

Selain guru, kepala sekolah/pengawas sebagai supervisor pun harus memperbaharui persepsi mereka tentang kegiatan ”Supervisi Pendidikan” sbb: 
  • Orientasi kerja supervisi pendidikan diubah dari ‘menggurui’ menjadi memberi bantuan dan melakukan pembinaan dengan hubungan sebagai mitra (kolega)
  • Supervisor menguasai konsep dan teori supervisi pendidikan sebagai landasan bertindak, di samping pemahaman terhadap tugasnya 
  • Memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan guru.

Seorang supervisor (kepala sekolah/pengawas) hendaklah memiliki pengetahuan dalam bidang pendidikan yang luas, memiliki intuisi yang baik agar dapat membantu guru dalam berbagai masalah pendidikan, bersikap ramah dan luwes serta memiliki sikap humoris yang cukup (sehingga hubungan antara guru dan supervisor tidak kaku/canggung, yang pada gilirannya akan membuat guru merasa nyaman untuk berdiskusi/berkonsultasi). Satu hal yang tak kalah penting perlu dimiliki oleh seorang supervisor yaitu bersikap sabar kepada semua guru dengan berbagai karakter dan kondisi psikososial yang bervariasi. Bilamanana seluruh komponen yang terkait dalam kegiatan supervisi ini senantiasa berpikir positif, maka tujuan utama dari supervisi pendidikan sebagaimana yang dimaksud dalam definisi supervisi pendidikan oleh para pakar akan terwujud. 

Satu hal  penting yang perlu digarisbawahi adalah komitmen dari seluruh komponen untuk mentaati etos kerja. Allah SWT sebenarnya sudah memberikan pembelajaran yang bermakna berkaitan dengan etos kerja ini, yaitu melalui firman Nya dalam Qs At-Taubah:105:

”Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan   ( Qs At-Taubah;105)”

Ayat di atas mengandung makna, bahwa setiap muslim ketika bekerja tidak perlu harus selalu diawasi oleh atasan, karena keyakinannya bahwa Allah Maha Mengetahui, Maha Melihat segala sesuatu yang dilakukan oleh makhluk Nya. Kesadaran senantiasa berada dibawah pengawasan Allah ini membuat setiap muslim akan melakukan yang terbaik sebagai wujud tanggungjawabnya terhadap Sang Khaliq atas pilihan hidup yang diambil. Dengan demikian guru akan  melakukan tugas dan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab, baik tugas administrasi maupun tugas sebagai pendidik sehingga seorang guru tidak perlu menunggu disupervisi dulu, baru menunjukkan performa optimalnya. Demikian pula dengan supervisor (kepala sekolah/pengawas) akan berusaha penuh menjalankan tugas supervisinya dengan baik, bukan mencari-cari  kesalahan guru, namun ditujukan untuk memperbaiki pendidikan dan memberikan pembinaan secara penuh kepada guru agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, memperbaiki kekurangannya, serta mencari solusi bagi permasalahan yang timbul.