Senin, 27 Mei 2013

Cause We Love You Ukhti.....

Siang itu aku diam terpaku. Tak sepatah kata pun yang sanggup kuucap saat mendengar cerita temanku ini. Air mata jatuh berderai membasahi kedua pipinya. Bulir-bulir bening itu seolah tak mau berhenti mengalir, meluncur begitu saja tanpa henti. Aih...harus bagaimana aku ya..... Ya sudah lah, biar puas dulu nangisnya. Memang bagi sebagian orang, menangis itu adalah ekspresi paling mudah untuk menyalurkan kesal yang menyesak. Aku juga sih sebenernya, hobynya “mewek” klo lagi suntuk....tapi masih lihat-lihat sikon juga, klo banyak orang ya....radha-radha mikir gitu.....hohohohoo....sutris kok masih pake mikir ya......^_^

Setelah agak tenang, barulah kami memulai sesi “perdati=percakapan dari hati ke hati” antara aku dan dia. “Aku sediiihh....banget, mereka pikir aku ini mau main-main ya.....aku tuh serius, siapa sih yang nggak pengen cepet menikah. Kalaupun aku sekarang sering dijemput cowokku, itu karena dia memang sedang ada masalah di keluarganya, dan dia membutuhkanku untuk mensupport dia. Masa’ iya aku diam ajja, secara aku tahu banget klo calon suamiku itu lagi butuh banget dukungan dariku. Ya....emang sih, dia jadi sering ke kost-an, dan klo dia lagi suntuk memang  sering sampe malam sih di kost-an...tapi kami nggak ngapa-ngapain kok....kami tahu lah batasan-batasannya. Cuma yang bikin aku kesel itu, kenapa sih mereka harus ngomongin aku ke temen-temen yang lain, kenapa dia nggak bilang langsung ajja ke aku, klo niatnya baik, mau ngingetin aku kan dia bisa ngomong langsung. Enggak usah cerita ke orang lain kayak gitu, orang yang nggak tahu kondisinya kan jadi berpersepsi seenaknya, beropini sengertinya. Dan itu sangat merugikanku, bikin aku kesel dan nyesek” ucapnya berapi-api. Ya...wajarlah, namanya juga orang lagi kesel, jadi keluar dah apinya, sampe asapnya ngepul di atas kepala, heheheheheee..........^_^

Masih dalam diam, aku menatap dalam-dalam kedua bola matanya yang masih digenangi bulir bening air mata sambil mencoba menerawang apa yang ada dalam benaknya. Aduhai ukhti sahabatku sayang.....maaf bila kali ini responku atas dukamu mungkin justru akan membuatmu kecewa. Maaf bila aku pun sama sekali nggak respect dengan sikapmu bersama calon suamimu. Ukhtiku sayang.....aku tahu bahwa dirimu sudah dilamar. Aku tahu jika seluruh keluarga besarmu sudah sangat mengenal siapa calon suamimu.  Akan tetapi ukhtiku sayang.....tetap saja kalian masih belum  berada dalam sebuah ikatan yang sah dimata Allah, bukan muhrim tetap saja tak boleh berkhalwat sebelum ada “Qobiltu wanikaha” . Aku yakin bahwa dirimu paham dengan apa yang aku maksud. Lalu kenapa kamu memilih untuk memberi peluang pada calon suamimu bertandang ke kost mu, hanya untuk alasan “kau ingin mensupport dan membantunya keluar dari masalah yang sedang dia hadapi dalam keluarga besarnya????”  Aduhai ukhtiku sayang......kami semua menyayangimu, sungguh sangat menyayangimu. Bukan hanya norma agama yang membatasi perilaku kita, namun norma yang berlaku di masyarakat pun membatasi kita hingga bila kita melanggarnya, barangkali sangsi yang harus kita terima adalah dikucilkan oleh orang-orang disekitar kita, atau minimal jadi bahan omongan orang. Jangan salahkan bila orang berpersepsi sesukahati, mereka menilai dari apa yang mereka lihat. Dan kita pun tak bisa memaksa orang lain untuk beropini sama dengan apa yang kita pikirkan.  Ukhtiku sayang.....kadang, perilaku kita yang agak berubah (tidak seperti biasanya) saja, bisa menjadi bahan pembicaraan orang, meski apa yang kita lakukan itu sama sekali tak melanggar norma. Lantas bagaimana jika benar-benar melanggar norma/etika di masyarakat seperti yang kau lakukan? Dari segi kepantasan dan kepatutan, jelas tak layak bila calon suamimu harus berlama-lama di kost mu, apa pun alasannya.  Bersyukurlah bahwa orang-orang di sekitarmu masih peduli padamu. Itu bukti bahwa mereka menyayangimu ukhti ...... Hanya saja, setiap orang punya cara yang berbeda-beda ketika menegur kita.  Mungkin itulah yang membuatmu tak mampu menahan air mata, manakala apa yang mereka ucapkan terasa kurang santun dan membuatmu begitu terluka.  Namun kurasa, akan lebih baik bila kita belajar dari kepahitan demi manisnya cinta abadi Rabb Sang Pemilik segala cinta dalam kekekalan kehidupan kita nanti. Satu hal penting yang patut segera kau sadari adalah bahwa Allah ternyata begitu menyayangimu, meski  teguran yang Allah berikan kali ini, tak menyamankanmu. Yakinlah, Allah selalu punya cara yang indah untuk memberikan keindahan abadi bagi ummat Nya.

)*Semangat untuk saling mengingatkan ya saudariku......

Rabu, 22 Mei 2013

Mempersiapkan si kecil memasuki dunia barunya....


Hari pertama masuk SD merupakan sesuatu yang luar biasa bagi si kecil. Betapa tidak, mereka akan berada di sebuah lingkungan baru, yang tentunya berbeda dengan lingkungan sebelumnya di TK. Mulai dari teman-temannya, guru-gurunya, ruang kelasnya, sampai pada jam belajar dan aturan-aturan yang harus mereka ikuti. Kalau di TK mereka masih bisa melihat bunda atau mbak pengasuhnya  berada di sekitar play ground, dan bisa menghampiri mereka saat istirahat, namun di SD mereka harus dapat belajar melepaskan diri dari ketergantungannya pada orang-orang dekatnya di rumah. 

Adalah wajar bila sebagian anak merasa takut menghadapi hari pertama di sekolah barunya. “Bagaimana nanti jika aku ingin BAK/BAB ?”  “Bagaimana kalau aku lapar ? Aku kan belum bisa makan sendiri, aku kan belum bisa buka kotak makananku sendiri ?”  “Bagaimana jika aku jatuh di sekolah ?”  “Bagaimana jika ada temen yang jahat sama aku ?”  Dan berbagai kata tanya “bagaimana” lainnya yang memenuhi benak putra putri kecil kita. 

Alangkah naifnya bila kita sebagai orang tua menganggap hal ini sebagai hal sepele, apalagi jika kemudian kita meluncurkan statement “Aduh.....adik ini, di SD itu kan sama ajja dengan di TK. Adik kan sudah 2 tahun sekolah di TK, masa’ sekarang adik nggak berani sekolah sendiri sih....adik kan udah gedhe.....dst” contohnya. Terbayang tidak dalam benak kita, betapa hancurnya perasaan putra putri kecil kita mendengar jawaban sang bunda yang mengabaikan perasaan mereka ????  Bagi kita orang dewasa, memasuki lingkungan baru mungkin bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan, namun tidak bagi si kecil kita. Mereka butuh dukungan kita agar mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya, teman-teman baru, dan orang dewasa lain di lingkungan barunya nanti.

Ada beberapa hal kecil namun sangat bermakna luar biasa bagi si kecil, yang dapat dilakukan kita sebagai orang tua untuk membantu mereka mempersiapkan mental menghadapi hari pertamanya masuk SD.

  • Mengikutsertakan anak pada program “trial class/sit in” pada sekolah yang dituju. Ada beberapa sekolah yang melakukan kegiatan open house atau classroom visit, dimana kegiatan ini memberikan kesempatan kepada calon siswa untuk ikut dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Disini calon siswa bisa melihat bagaimana suasana pembelajaran di SD, kegiatan apa yang akan dilakukan, dan guru-guru yang nantinya akan banyak berinteraksi sehari-hari. Dengan demikian anak bisa merasakan seperti apa kira-kira lingkungan baru yang akan mereka hadapi nantinya. Namun bila sekolah yang dituju tidak menyelenggarakan classroom visit, mungkin orang tua dapat meminta ijin kepada pihak sekolah untuk melakukan touring sekedar mengenal lingkungan sekolah.
  • Mengajak anak untuk memilih sendiri peralatan sekolah yang dibutuhkan. Biasanya sekolah akan memberikan daftar peralatan yang harus dipersiapkan oleh setiap siswanya jauh-jauh hari. Gunakan moment ini untuk melibatkan anak kita memilih dan menentukan sendiri peralatan sekolahnya sesuai daftar. Hal ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi anak-anak, dan boleh jadi hal ini akan memberikan semangat yang luar biasa bagi mereka di hari pertama sekolah nanti.
  • Lebih sering berdialog tentang sekolah. Orang tua dapat mensosialisasikan tentang sekolah  dengan mengajak anak berbicara tentang berbagai kegiatan yang dilakukan di sekolah, mulai dari belajar di berbagai sentra (komputer, musik, kreasi, agaman, dll) atau berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang dapat diikuti. Orang tua juga dapat meminta kakak, saudara, atau tetangga yang bersekolah di tempat yang sama, untuk berbagi pengalaman di depan putra-putri kita tentang seru dan asyiknya bersekolah ditempat tersebut.
  • Menjelaskan rute/jalur menuju ke sekolah. Agar anak betul-betul siap menghadapi hari pertamanya di sekolah, luangkan waktu sedapat mungkin untuk mengajak anak kita menghapalkan jalur yang akan dilalui menuju ke sekolah (walau mungkin nantinya anak akan ikut mobil jemputan dari sekolah). Hal baru yang mungkin akan dilihat oleh anak selama pengenalan rute menuju sekolahnya, sedikit banyak akan membuat anak merasa dapat pengalaman baru (gedung/kantor pemerintah, RS, taman kota, rumah saudara, dll). 
  • Bersama-sama melakukan perubahan jadwal sesuai dengan jam belajar di sekolah. Jika ketika masih di TK, kita membiasakan anak-anak tidur siang jam 13.00 (setelah makan siang di rumah), saat ini kita harus menjelaskan pada anak bahwa tidur siangnya akan lebih lambat, karena mereka baru pulang dari sekolah jam 13.00. (apalagi jika kita memilih sekolah dengan sistem fullday school). 
  • Bermain sekolah-sekolahan. Luangkan waktu untuk bermain seolah-olah anak-anak sedang berada di sekolah, dan kita berperan sebagai guru. Sosialisasikan pada mereka tentang aturan yang harus mereka ikuti nantinya. Kapan mereka bisa makan snak/camilan yang dibawa dari rumah, kapan anak-anak akan mendapat waktu untuk makan siang (untuk sekolah yang menerapkan sistem fullday) kapan mereka akan mendapat waktu istirahat bermain di luar, bagaimana anak harus bersikap dalam mengikuti pembelajaran di kelas, dll. Untuk ini orang tua dapat meminta informasi dari sekolah secara detil, mulai dari jadwal pelajaran dan budaya gaya belajar yang diterapkan di sekolah tersebut.
  • Menjelaskan kepada anak tentang hal-hal pribadi yang harus dilakukannya sendiri, seperti membuka kotak makan dan minum serta merapikannya kembali sesudahnya, demikian pula dengan peralatan sekolahnya setelah selesai digunakan. Ajaklah si kecil untuk berlatih di rumah sehingga mereka paham dengan apa yang harus dilakukannya di sekolah nanti. Demikian juga dengan kegiatan BAK/BAB. Berikan penjelasan dan toilet trainning sederhana kepada anak, sehingga mereka mampu BAK/BAB sendiri. Ada baiknya jika anak tidak dipakaikan baju yang dapat menyulitkan mereka saat akan BAK/BAB termasuk menghindari menggunakan gesper (ikat pinggang). Bila ternyata anak belum bisa mandiri, orang tua  harus memastikan bahwa guru kelas yang akan mendampingi putra putri kita mengetahuinya, sehingga anak tidak perlu trauma karena kesulitan yang mungkin akan mereka hadapi saat ingin ke rest room. Jangan lupa juga hendaklah kita menyiapkan baju ganti lengkap (termasuk pakaian dalam) di tas mereka, sehingga bilamana terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di sekolah, anak-anak tidak perlu merasa gelisah karena ketidaknyamanan yang mereka rasakan. 
  • Orang tua harus yakin bahwa si kecil akan dapat melalui hari pertamanya di sekolah dengan baik. Jangan pernah membiarkan kekhawatiran sedikit pun menghampiri diri kita sebagai orang tua, karena hal ini akan berdampak pada ketidaknyamanan anak. Bila anak gelisah, sejatinya merupakan representasi dari kekhawatiran orang tuanya. Bila orang tua berpositif thinking bahwa segalanya akan dapat dilalui oleh anak dengan baik, kemudian kita melepas mereka di sekolah dengan suka cita, hal ini akan memberikan energi positif yang memotivasi anak kita untuk lebih siap menghadapi hari pertama di sekolah.
Nah...ayah/bunda, kini saatnya kita memberikan yang terbaik untuk putra putri kita. Mudah-mudahan usaha optimah yang kita lakukan akan menjadi motivasi tersendiri bagi siapan putra putri kecil kita memasuki dunia barunya.

)*Salam Hangat, selamat memotivasi anandanya.....

Jumat, 17 Mei 2013

KESAL ITU......




Arrrgghhh......aku akan berteriak sekeras mungkin di pantai, biar plooongg.....biar nggak nyesek lagi, biar lupa sama semuanya. Biar aku nggak inget lagi sama orang yang sudah bikin aku kesel, coz kesel ku sudah ku larung di laut lepas......(tapi klo keselnya pas ada di dekat pantai sih...pastinya, klo lagi di tempat umum ya....gimana ya, nti dibilang stress lagi teriak-teriak sendiri.....^_^)

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$


Aku keluar rumah,  jalan kemana ajja, walau pun nggak ada tujuan yang jelas, yang penting nggak melihat sumber/penyebab yang bikin aku kesel. Nah...klo di jalan aku nemu kaleng/botol yang terkapar tak berdaya di jalanan, pasti deh....akan aku tendang kenceng-kenceng buat melampiaskan kekesalanku. Sampai-sampai suatu kali pernah lho....itu kaleng nyasar dan nemplok di punggung orang yang lagi duduk di pinggir taman. Zlebbb......kaget bukan kepalang dah jadinya. Kontan raut mukaku jadi kecut melihat mata melotot pemilik punggung yang jadi korban kaleng terbang ku......^_^ Tapi lumayan lah, sedikit hilang rasa kesalku.....mungkin karena kesalku pindah ke orang itu ya.....ih, nakal dah.....^_^

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$


Pake jaket, pake masker, ambil helm cakil yang rapet (pokoknya siap bermotor ria dah....) trus ambil kunci motor, dan............. wuuzzzzhhh, ngebut sekenceng mungkin (apalagi klo sudah ketemu sama jalur yang sepi gitu......). Kalau perlu teriak kenceng-kenceng atau “mewekisasi” (mumpung pake helm dan naik motornya kenceng, jadi nggak ada orang yang tau klo kita lagi nangis atau teriak-teriakan.......^_^). Setidaknya itu bisa mengurangi rasa kesalku, dan sejenak melupakan penyebab rasa kesal yang menghampiriku......

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$


Mengunci diri (buat menyendiri tentunya) di kamar, sambil nyetel musik kenceng-kenceng (tapi aku lebih suka pake headset, biar tetangga sebelah nggak bising denger musikku), sambil tangan corat coret pensil ke buku, ngegambar manusia penyebab kekesalanku, trus klo gambarnya sudah jadi aku coret-coret deh mukanya pake crayon merah sebanyak-banyaknya, biar mukanya jadi jelek. Kalau sudah begitu, tersalurkan deh rasa kesalku, dan plongggg.........

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$


Aku akan menyalakan netbook murahanku, aktifkan winamp berikut headsetnya, puter musik-musik kesukaanku yang bisa bikin adem, trus buka MS Word dan mulai ngetik, menumpahkan segala kesal diatas tuts keyboardku. Dengan menulis, aku merasa sedikit lega dan berkurang rasa kesal yang membebaniku. Klo sudah begini, biasanya aku akan mengupload tulisanku ini ke blog ku, biar bisa jadi pengingat suatu saat nanti. Tapi yang lebih penting adalah aku bisa melupakan kekesalanku.....

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$


Aku akan mengajak temen untuk makan mie ayam atau bakso (tapi klo nggak ada temen yang nemenin ya aku pergi sendiri, hehehehee.......^_^) trus menikmati semangkuk bakso dengan kuah panas dan sambel yang super pedes, ditambah segelas teh tawar panas. Klo sudah gitu, rasanya kesel yang setinggi gunung es itu akan lumer, mencair seiring panas dan pedes yang super huhah......sambil membayangkan manusia penyebab kedongkolanku itu pun berubah wujud jadi benda cair yang bisa segera kubuang ke wastafel/toilet, huekkk........

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$


Itulah beberapa cara orang melampiaskan kekesalan yang dialaminya. “Kesal” atau mendongkol/sebel/kecewa, sejatinya adalah kondisi kejiwaan seseorang sebagai respon terhadap suatu masalah yang terjadi/menimpa dirinya. Tentu saja kondisi yang terjadi adalah sesuatu yang tidak diharapkan/tidak sesuai dengan keinginan. Dengan kata lain, rasa kesal adalah emosi yang terjadi karena sesuatu yang tidak dikehendaki oleh hati.

Setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya “Kesal”, bahkan mungkin berkali-kali mengalaminya. Kesal dapat membuat suasana yang tadinya ceria, penuh canda tawa, berubah menjadi muram. Kesal bisa pula membuat suasana yang hangat menjadi dingin, hambar, dan mungkin penuh basa-basi. 


Rasa kesal bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari yang sepele, sampai hal yang serius bahkan mungkin beririsan dengan prinsip. Mulai dari candaan, sampai pada hal yang bersifat krusial. Setiap orang punya cara sendiri-sendiri untuk mengatasi rasa “Kesal”nya, dan tentunya dengan batas waktu menghilangkan rasa kesal yang berbeda, tergantung seberapa besar tingkat kekesalan yang dialaminya, jeile......kayak apa’an ajja sih bahasanya....”tingkat kekesalan” chuyyy......^_^ tapi ya nggak apa-apa lah yaw, suka-suka eike dong mau pake bahasa apa’an, heheheeee..........(maksa bangets yaxs....)


Tapi menurutku, sebenarnya tidak ada obat mujarab yang bisa menyembuhkan rasa kesal yang kita alami, selain pengobatan yang dilakukan oleh diri sendiri. Nah lo.....gimana juga maksudnya ini ? 

Begini lho....pernah nggak kita menceritakan kekesalan kita kepada teman/sahabat kita? Nah....apa statetement pertama yang biasanya muncul sebagai suggest pada kita?    “Ya sudah lah, sabar ajja......”  Pada umumnya kalimat seperti inilah yang seringkali kita dengar dari teman yang sedang mencoba berempati/menghibur kita. Tentunya nasehat ini sungguh amat sangat bijak, karena mereka mencoba membuat kita tenang dan berlatih untuk berlapang dada. Namun, pernah nggak disisi lain batin kita, muncul jawaban “Sabar, sabar.....enak ajja ente bilang. Ya iya lah....orang dirimu nggak ngerasain, coba klo dirimu yang menjadi obyek penderita, seperti eike ini......”  

Gubrakkk......inilah sisi gelap batin kita. Inilah keterbatasan diri kita sebagai manusia, makhluknya Allah yang lebih sering mengeluh bila sedang ditimpa masalah, Astaghfirullah.......betapa terbatasnya diri kita ya.....

Barangkali selama ini kita tidak menyadari bahwa sebenarnya hanya diri kitalah yang bisa membuat suasana hati kita kembali merasa baik, sama sekali bukan orang lain. Ada baiknya, jika rasa kesal itu muncul, berdiam dirilah dan menjauhkan diri dari orang lain.  Ngapain juga kita menghabis-habiskan energi untuk bercerita pada orang lain, belum tentu juga mereka mengerti tentang apa yang kita pikirkan. Memang, banyak orang bilang klo kita obrolin masalah kita sama sahabat/temen, setidaknya ada rasa lega gitu deh......(aku sendiri juga gitcu kok, heheheeee......^_^). Klo sahabat yang kita curhatin memberikan saran yang se -ide dengan pemikiran kita, wuih.....jadi asyik banget tuh curhatannya, karena kita merasa nyambung. Tapi klo yang terjadi adalah sebaliknya, gimana ????? Hayo jujur.....ngaku ajja.....pasti curhatannya jadi ngebosenin..... ”Ah....kamu emang nggak ngerti, kamu nggak ngerasain sih......” Mungkin itulah kalimat yang terbersit dalam benak kita, nah lo.......^_^

So....kenapa kita tidak mencoba untuk berkompromi sedikit dengan pikiran kita saat rasa kesal datang menyapa ????? Sedapat mungkin, aturlah “pikiran” untuk menetralisir hati. Lakukan kontemplasi, merenung dan berpikir dalam-dalam setiap detil kekesalan kita, mulai dari penyebab kekesalan muncul, termasuk efek yang mungkin terjadi jika kekesalan kita tidak terkontrol dengan baik. Tanyalah pada diri sendiri, berapa kali kita kesal selama ini ? Berapa kali kita membuat orang lain merasa kesal karena sikap kita ? Bagaimana perasaan orang yang kita buat kesal ? Berapa banyak orang yang sampai saat ini masih bisa berdamai dengan rasa kesalnya dan memilih untuk tetap tersenyum tulus pada kita yang telah membuatnya kesal ? Lalu mengapa kita tak mampu melakukan hal yang sama seperti mereka ? Mengapa kita tak mampu memaksa hati untuk tersenyum dan bertoleransi dengan kesal yang menghampiri ? Sampai kapan kita akan memelihara jiwa yang tidak stabil seperti ini ?

Sadarilah segera bahwa “kesal” hanyalah rasa sesaat yang timbul akibat terganggunya perasaan nyaman kita. Namun setelah beberapa waktu, setelah pikiran kita kembali jernih dan tenang, rasa kesal pun akan hilang seiring datangnya jiwa yang tenang. Jadi mulailah berpikir untuk tidak membiarkan rasa “kesal” membodohi diri kita, sehingga kita menjadi pribadi yang menyebalkan bagi orang lain karena kondisi emosi yang uncontroll. 


Merenung..... Merenung..... dan   Merenung..... itulah intinya. 

Cobalah untuk mendiskusikan apa yang tengah kita rasakan, kepada pikiran, akal sehat, dan logika kita. Satu pertanyaan penting yang harus senantiasa muncul saat kita merenungkan kekesalan kita yaitu “Berapa kali kita mengalami rasa kesal ? Dan berapa kali kita membuat orang lain merasa kesal ?” Membiasakan diri untuk bisa berlapangdada dan menganggap segala kekesalan sebagai suatu tahap dalam proses menuju kedewasaan sepertinya menjadi sebuah keharusan. Karena kesal merupakan kondisi kejiwaan, maka kesiapan jiwa kita perlu senantiasa dilatih agar  menjadi imun bila suatu saat nanti dilanda kekesalan akibat banyaknya interaksi kita dengan orang lain. Berlatihlah lebih banyak lagi sehingga kita menjadi terampil mengelola “Hati yang kesal”. Semoga kita bisa kian menjadi dewasa dan bijak dalam bersikap, hingga tak perlu membuat orang lain kesal, karena toh...kita sudah sangat bisa berempati dengan rasa kesal yang dialami orang lain karena sikap kita. 



)*Salam Hangat, selamat merenung sobat...... 

Minggu, 12 Mei 2013

Pilihan itu adalah “Berani Bersikap Asertif”




“Setiap dari kita memiliki hak untuk menjadi dan mengekspresikan diri sendiri, serta merasa nyaman ketika melakukannya, selama kita tidak melukai perasaan orang lain dalam prosesnya. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain”. (Robert Alberti & Micheal Emmons dalam bukunya Your Perfect Right)


“Sepertinya bos nggak suka sama aku deh....nggak tau kenapa. Sedikit saja kesalahan yang aku lakukan rasanya langsung membuat bos kita murka sedemikian rupa. Perasaan kesalahan yang aku lakukan sama sekali tidak fatal, dan banyak kok yang melakukan hal seperti yang aku alami ini. Klo timbang terjadi gesekan sama teman kerja kan biasa ya.....tapi kenapa konflikku sama tetangga kapling sebelah ini jadi bikin si bos naik pitam, sampe-sampe langsung ngeluarin SP kayak gini. Lebay banget dah ah......” papar salah seorang karyawan sebuah institusi.

“Kamu sih....harusnya kamu itu nurut ajja apa kata bos. Nggak usah usul-usul atau pun kasih ide apa pun deh....disini mah enggak musim yang begitu-begituan. Ikutin ajja apa maunya si bos, ibarat kata mah...kita sebagai bawahan harus sami’na wa atho’na gitu deh sama bos, biar kata dia salah, atau pendapatnya enggak bener, diikutin ajja, dari pada kita jadi dapat masalah. Kesalahan yang sebenernya biasa-biasa saja, jadi luar biasa deh....Udah gitu, sebaik apa pun kamu kerja, ya...tetep ajja enggak kelihatan sama bos, yang keliatan mah salahnya doang.....udah deh, lebih baik diem dah klo kerja disini......” sahut karyawan yang lain menanggapi keluhan sahabatnya.

***********************************************
Tidak bolehkah seorang karyawan berpendapat, mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak yang dimiliki secara langsung, jujur, tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan? Haruskah seorang karyawan mematikan ide dan kreatifitasnya hanya karena ide itu bertentangan dengan ide sang pimpinan? Haruskah seorang karyawan memaksa diri untuk mengambil sikap permisif demi menghindarkan diri dari intimidasi dan sikap subyektif pimpinan? Lalu apakah salah bila seorang karyawan memilih untuk bersikap asertif? Apa makna sikap asertif ini?

******************************************

Bersikap “ Asertif ”???? Why not.....

Istilah “Asertif” sudah sangat populer bagi kita di dunia kerja. Beberapa definisi tentang “asertif” diantaranya adalah sebagai berikut: 

  • Asertif adalah sikap di mana seseorang mampu bertindak sesuai dengan keinginannya, membela haknya dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain. Selain itu, bersikap asertif juga berarti mengkomunikasikan apa yang kita inginkan secara jelas dengan menghormati tanpa menyakiti orang lain.
  • Asertif merupakan ungkapan perasaan, pendapat, dan kebutuhan kita secara jujur, wajar dan tidak dibuat-buat. 
  • Asertif adalah sarana untuk menjadikan hubungan kita lebih setara dan menghindari perasaan direndahkan yang kerap kali datang bilamana gagal mengekspresikan apa yang sungguh-sungguh kita dambakan.
  • Asertif adalah Cara Efektif dalam mengekpresikan diri, mempertahankan harga diri, dan menunjukan rasa hormat kepada orang lain.
  • Asertif adalah kemampuan mengekspresikan hak, pikiran, perasaan, dan kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat, dan tidak mengganggu hak orang lain. Jadi, berani untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran dengan apa adanya
  • Asertif artinya menyadari bahwa andalah penentu perilaku anda sendiri dan anda dapat memutuskan apa yang anda lakukan atau tidak. Kita juga menyadari kondisi yang sama yang dihadapi orang lain dan tidak berusaha mengendalikan mereka. 
  • Asertif  adalah cara kita mengekspresikan pikiran atau perasaan kita kepada orang lain tanpa bermaksud melukainya.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asertif adalah sikap positif bukan sikap negatif, asertif bukan agresif yang selalu  merugikan orang lain, bukan pula perilaku permisif/pasif yang dapat merugikan diri sendiri. Dengan Bersikap Asertif, seorang individu akan mampu mempertahankan kredibiltas dan eksistensi diri sebagai pribadi yang berguna bagi lingkungannya.

Ketika dalam suasana kerja seorang karyawan berani mengemukakan perbedaan pendapat dalam forum diskusi bersama pimpinan atau pun mengemukakan ide-ide kreatif (walau mungkin tidak sejalan dengan ide pimpinan), seorang pemimpin yang bijak tentu tidak akan menterjemahkan sikap asertif bawahannya sebagai sikap yang agresif, atau pun dianggap tidak bisa bekerjasama dengan pimpinan. Begitu pula bilamana seorang karyawan punya keberanian untuk membela haknya ketika terjadi konflik internal dalam organisasi, dimana sang karyawan merasa diperlakukan tidak adil oleh pimpinan karena keputusan yang diambil tanpa dasar yang jelas oleh sang pimpinan. Pembuatan keputusan yang tidak dilandasi aturan yang jelas saja sudah tidak dapat diterima oleh akal sehat, dan jelas akan menimbulkan kontroversi, apalagi bila kemudian pengambilan keputusan diwarnai oleh sikap subyektif pimpinan terhadap bawahannya. Sikap asertif yang ditunjukkan oleh bawahan sebenarnya adalah cara bawahan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain (pimpinan), tanpa bermaksud melukai orang lain (pimpinan) tentunya.

Memang, gaya kepemimpinan seseorang sangat dipengaruhi oleh kemampuan manajerialnya. Mary Parker Follet dalam Hani Handoko, mendefinisikan “manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi ini mengandung arti bahwa seorang pimpinan sebagai manajer akan melakukan pengaturan terhadap seluruh bawahan yang ada dalam organisasi yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan organisasi, dimana dalam pengaturan tersebut dibutuhkan kemampuan dan keterampilan tersendiri yang merupakan “seni manajemen”. Manajemen sebagai seni dapat diartikan bahwa dalam memanage bawahan untuk mencapai tujuan, sang manajer banyak dipengaruhi oleh keterampilan pribadi, bakat dan karakternya. Selain menggunakan kemampuan intelektualnya, seringkali manajer melibatkan unsur naluri dan perasaan dalam pencapaian tujuannya. Bilamana yang dikedepankan adalah perasaan yang obyektif, maka tentunya akan menghasilkan seni memanage yang positif pula. Namun bila sebaliknya, maka yang terjadi adalah sebuah kepemimpinan yang subyektif, mengedepankan perasaan, serta mengabaikan rasionalitas dan obyektifitas. Kondisi manajer/atasan yang semacam inilah yang membuat banyak karyawan menjadi ragu, takut, bahkan resisten terhadap sikap Asertif ditempat kerja. Asumsi mereka bahwa sikap asertif yang mereka tunjukkan akan mendapatkan balasan, perlawanan, teguran, peringatan dan banyak lagi  resistensi-resistensi negatif lain, bahkan tidak tertutup kemungkinan asertivitas seorang karyawan dapat mengancam keberlangsungan (posisi) kerja karyawan yang bersangkutan, entah itu berbentuk Pemutusan Kontrak Kerja secara sepihak (tanpa alasan yang jelas) bagi karyawan yang berstatus kontrak, membuat suasana tidak nyaman (sehingga karyawan tsb kemudian berpikir untuk resign) bagi karyawan yang berstatus tetap, memberikan “demosi”, sampai pada menunda promosi jabatan. Hal semacam ini semakin menguatkan persepsi karyawan, dan akan terus menghantui pikiran karyawan tsb, sehingga membentuk pola pikir untuk tidak bersikap asertif di tempat kerjanya. 

Harus diakui bahwa memang tidaklah mudah untuk mengimplementasikan sikap asertif ini. Namun sejatinya, siapapun dan dimanapun situasi dan kondisi kerja yang dihadapi, menuntut seseorang untuk mempunyai semangat, motivasi dan keberanian dalam mengapresiasikan ide, serta konsep dan gagasan, baik yang berkenaan dengan hak dan kewajiban individu (karyawan) maupun hak dan kewajiban institusi kerja. Sudah seharusnya kita yakin dan percaya bahwa Asertif bukanlah perilaku agresif,  pasif, submisif atau destruktif. Asertif merupakan representasi dari sikap “Obyektif, Reformis, Attractive, Normatif, Gentlman, Selektif dan Inovatif” yang dimiliki setiap karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya mengemban amanah institusi kerja dengan loyalitas penuh pada profesi yang dipilihnya, karena kesadarannya bahwa loyalitas ini dipertanggungjawabkan secara penuh terhadap Tuhan Sang Pencipta. Selain itu, seorang yang asertif akan dapat ikhlas menerima dengan lapang dada berbagai kritikan dan saran yang dapat meningkatkan kualitas diri atas berbagai kekurangan dan  kesalahan yang pernah/sedang dilakukan tanpa memandang siapa yang menyampaikannya, apakah itu berasal dari senior/yunior/atasan/bawahannya, asalkan kritik dan saran tersebut bermanfaat untuk memperbaiki kompetensi dan kualitas diri atau pun sesuatu yang dapat membangun semangat untuk bangkit dari keterpurukan.

Ciri-Ciri Asertif dan Sikap Assertivitas

Fensterheim dan Baer, (1980) berpendapat sesorang dikatakan mempunyai sikap asertif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata maupun tindakan. 
  2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka. 
  3. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik. 
  4. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif. 
  5. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan.
  6. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak  menyenangkan dengan cara yang tepat. 
  7. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan. 
  8. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).

Kedelepan pandangan Fensterheim dan Baer diatas dapat menjadi sebuah penegasan dalam memposisikan diri kita (secara individu) sebagai manusia merdeka yang mempunyai hak, kewajiban dan martabat yang sama dengan yang lainnya dalam menentukan sikap,  bersuara/berpendapat, mengapresiasikan bakat, minat dan kemampuannya. Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa Sikap Asertif adalah sikap/energi positif yang dapat membangun keharmonisan komunitas kerja dan meningkatkan keberlanjutan organisasi kerja, dan bukan sebaliknya. 



)*Dari berbagai sumber


Rabu, 08 Mei 2013

"Reposisi" itu sudah biasa.....






“Waduh…selama ini aku selalu mengajar di level atas, klo enggak klas 5 ya 6. Lha klo sekarang harus ngajar level  bawah gimana nih…..apalagi ngajar level 1, arrrgghhh…….sutris dah diriku ini…..”. 

Itulah ucapan seorang guru yang mendapat tugas untuk mengajar di level 1 SD, sementara sebelumnya dia selalu mengajar level tinggi (level 5 atau 6). Pindah level saat mengajar, baik itu terjun bebas dari atas ke bawah atau pun akselerasi dari bawah loncat ke atas ???? Siapa takut ???? Itulah seninya orang mengajar, klo harus turun ya kita pake parasut (biar nggak cidera dan dapat melakukan pendaratan dengan mulus). Sementara klo harus naik ya pake trampolin (biar membal).....^_^  Artinya, dimana pun kita akan melakukan tugas, tak perlu galau karena kita punya alat dan kemampuan untuk beradaptasi dengan audiens kita, siapa pun mereka.....

Rolling level di awal tahun pembelajaran bagi seorang guru adalah sebuah hal yang lumrah. Manajemen sekolah terkadang akan melakukan reposisi  guru-gurunya dalam berbagai komposisi, dalam rangka mengeksplore kemampuan dan kreativitas sang guru. Selain untuk mengatasi kejenuhan/stagnasi dari guru yang  sudah terlalu lama bercokol sebagai penjaga gawang di level tertentu, reposisi guru akan memberikan pengalaman mengajar yang berbeda bagi setiap guru pada level yang baru.

Menjadi guru level bawah, terutama kelas 1 Sd itu gampang-gampang susah memang….. Klo dari segi penguasaan konsep/materi, siapa pun pasti bisa lah.... Ibarat kata, pelajaran anak SD kelas 1 itu gak pake acara belajar dulu, sudah nglotok dah pokok’a.....kan sebagian besar materi di level 1 itu bersifat common sense dan pengetahuan dasar banget. Lain halnya dengan level tinggi, setidaknya ya harus dibaca-baca dulu lah....kan sudah lama pelajaran itu kita dapat, jadi pastinya ya sudah banyak yang lupa dong, terutama untuk pelajaran matematika dan sains. Setidaknya kita perlu merefresh kembali ingatan kita..... Mungkin yang perlu lebih diperhatikan ketika kita harus berinteraksi dengan siswa di level rendah adalah  pemilihan bahasa yang mudah dicerna oleh siswa didik serta pemahaman kondisi pshikologis anak yang baru belajar memasuki  jenjang pendidikan lebih tinggi setelah TK yang notabene lebih dikenal sebagai sarana bermain bagi mereka.

Namun terlepas dari masalah penguasaan materi baik di level tinggi ataupun level bawah, sebenarnya yang lebih penting adalah bahwa siapa pun yang berprofesi sebagai guru haruslah memiliki kompetensi dasar yaitu kompetensi yang mutlak harus dimiliki oleh seorang guru, agar tugasnya sebagai pendidik dapat terlaksana dengan baik. Guru adalah semua orang yang berwenang dan tertanggungjawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini berarti bahwa seorang guru minimal memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugas. Untuk itu seorang guru perlu memiliki kepribadian, menguasai bahan pelajaran dan menguasai cara-cara mengajar sebagai dasar kompetensi. Bila guru tidak memiliki kepribadian, tidak menguasai bahan pelajaran dan cara-cara mengajar, maka guru akan gagal menunaikan tugasnya, sebelum berbuat lebih banyak dalam pendidikan dan pengajaran. Pasal 10 Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebutkan 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu:
 
1.    Kompetensi Pedagogik
Merupakan kemampuan yang harus dimiliki guru untuk memahami peserta didik baik secara psikologis, psikis, maupun intelegensi, kemampuan merancang pembelajaran, kemampuan melaksanakan pembelajaran, kemampuan merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran, serta kemampuan mengembangkan potensi peserta didik. Hal ini berarti seorang guru haruslah mampu menyesuaikan diri dengan berbagai heterogenitas anak didiknya, baik karakternya, gaya belajarnya, latar belakang sosial ekonominya, kecerdasan intelektual dan emosionalnya serta berbagai hal personal dari setiap anak didik. Selain itu, guru juga harus mampu merancang, melaksanakan, dan melakukan evaluasi kegiatan pembelajaran dengan baik. Artinya guru harus dapat menyelaraskan antara gaya mengajar dengan gaya belajar peserta didik sebagai audiencenya. Mengajar anak kelas 1 tentu tentu tidak bisa disamakan dengan mengajar anak kelas 5 atau 6. Di kelas 1 guru mungkin harus lebay, agak sedikit najong tralala trilili, sangat atraktif, ekspresif, harus rajin nyanyi, bisa mendongeng dengan ekspresi total (sampai bocah terbengong-bengong mendengarnya mungkin), atau menguasai berbagai  tepuk, games dan nyanyian, sehingga anak didik tidak merasa pembelajaran berlangsung sebagai sebuah rutinitas yang membosankan. Pendeknya guru harus mampu melakukan packaging yang baik dan menarik dalam setiap materi yang disajikan. Sedang untuk jenjang yang lebih tinggi, kemampuan intelektual guru harus terus menerus di upgrade, agar tidak tertinggal dari pengetahuan peserta didiknya, sehingga guru dapat benar-benar berfungsi sebagai salah satu sumber belajar bagi siswanya.

2.    Kompetensi Kepribadian
Seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Kita tentu tidak asing dengan ungkapan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. “Children see, children do”. Anak didik kita, terutama di level pendidikan dasar, merupakan plagiat ulung yang akan melakukan segala sesuatu yang dilihat dari sang guru. Guru adalah role model bagi mereka. Bagi siswa kelas 1 apalagi, semua yang diucapkan sang guru ibarat sebuah fatwa yang dengan taat akan diikutinya, bahkan omongan orang tuanyapun bisa jadi kalah. “Kata bu guru harus begini mama......” pernahkah mendengar statement seperti ini dari anak kita di rumah ???? Ini lah bukti nyata bahwa segala perilaku guru, mulai dari tutur kata, gaya, sampai cara berpakaian pun akan menjadi sorotan bagi anak didik kita. Jika ibu guru makan sambil berdiri, tertawa terbahak-bahak tanpa kendali, menegur siswa dengan cara yang kurang santun, atau tanpa sengaja terlihat merokok di lingkungan sekolah (walau mungkin sudah diluar jam sekolah), sudah dapat dipastikan, guru akan mengalami kendala dalam menanamkan value dan norma-norma sosial lainnya kepada anak. Mereka akan dengan mudah membalikkan dengan mengatakan “Bu anu ajja kemaren makan kue sambil jalan bu” atau “Kalau merokok itu berbahaya bagi kesehatan, tapi kok pak anu ngerokok bu, berarti dia enggak sayang sama kesehatannya dong bu....”  
Nah lo.....^_^  gimana kita mau meminta mereka melakukan sesuatu yang baik, bila kita tak mencontohkannya. Satu hal yang perlu diingat, guru merupakan sebuah profesi yang mengikat individu tersebut tidak hanya di lingkungan sekolah, namun di luar sekolah dan lingkungan masyarakat. Ini artinya seorang guru harus senantiasa menjaga perilakunya dimanapun ia berada.

3.    Kompetensi Sosial
Merupakan kemampuan yang harus dimiliki guru sehingga mampu berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

4.    Kompetensi Profesional
Seorang guru harus senantiasa melakukan upgrading terhadap kemampuannya menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam, melakukan penelitian (action research) dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan. Dalam rangka mengembangkan kompetensi profesional ini, seorang guru juga dituntut untuk “melek teknologi” serta belajar dan terus belajar baik secara formal (melanjutkan studi/mengikuti berbagai seminar & training) maupun dengan membaca berbagai literatur agar keilmuannya semakin berkembang.

Selain 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki guru sebagaimana telah dipaparkan di atas, seorang guru juga harus mampu membawa suasana belajar yang menyenangkan bagi anak didiknya. Untuk anak-anak di tingkat pendidikan dasar, terlebih lagi siswa level rendah, games, tepuk, dan nyanyi merupakan kegiatan yang menyenangkan yang dapat digunakan oleh guru untuk membawa anak didiknya pada zero mind process, sehingga anak didik benar-benar terkondisi dengan baik dan siap untuk masuk kedalam materi pembelajaran yang akan disampaikan. Berikut ada beberapa games berdurasi sekitar 5 – 7 menit yang dapat digunakan sebagai brainstorming diawal pembelajaran.

1. Sarapan Warna (untuk mengembangkan kemampuan mengingat)
  • Ajaklah siswa bernyanyi (lagu apa ajja yang mereka hapal) sebagai pembuka
  • Awali dengan cerita tentang makanan dan warnanya.
  • Tanyakan kepada anak-anak apa yang mereka makan ketika sarapan.
  • Tanyakan kepada mereka siapa yang makan makanan yang berwarna kuning saat sarapan, dan mintalah mereka menyebutkan nama makanannya.
  • Lanjutkan dengan warna yang lain, misalnya putih, hijau, coklat, merah dan dapat juga menyebutkan warna biru, abu-abu, hitam atau warna-warna yang susah dicari padanannya pada makanan. Jangan lupa untuk merespon jawaban siswa sehingga terjadi interaksi yang menyenangkan bagi siswa.
2. Dengar Warna (untuk melatih kemampuan siswa mendengar dan mengingat)
  • Mintalah anak mengingat warna apa saja yang ada dalam lagu yang akan dinyanyikan bersama.
  • Nyanyikan lagu yang menyebutka tentang warna seperti lagu Balonku, Pelangi-Pelangi, Lihat Kebunku, dll.
  • Setelah lagu habis suruhlah anak-anak untuk mengambil kertas dengan warna seperti yang ada dalam lagu (bisa menggunakan kertas origami/asturo warna warni yang sudah dipotong dan tidak terlalu besar, biar tidak boros) yang sebelumnya sudah kita letakkan di berbagai tempat dalam kelas. Kertas'a yg banyak ya...biar bocah'a nggak tubrukan dan nggak berebutan.
  • Mintalah masing-masing siswa untuk mencari teman yang memegang warna yang sama dan mengumpulkannya kepada guru.
3. Head and Tail (meningkatkan kemampuan berbahasa, berhitung cepat, dan konsentrasi)


  • Buat anak menjadi beberapa kelompok, lalu mintalah mereka membuat 1 barisan tiap kelompok'a.
  • Guru menyebutkan 1 kata pada orang pertama tiap kelompok, lalu mintalah setiap anak membuat 1 kata dengan cara melanjutkan suku kata terakhir dari kata yang diucapkan guru, Misalnya: guru mengucapkan kata: ba-ju, ju-ga, ga-ram, rambut, dst....kata yang diucapkan sebaiknya gak usah dikasih kriteria dulu (misal: harus nama buah, nama orang, dll) agar anak tidak kesulitan. Untuk lebih membuat anak-anak bersemangat, guru dapat memberi nama setiap kelompok misalnya dengan Bus way jurusan Kampung Rambutan, Pondok Indah, Kampung Melayu, dll sehingga seringkali saya menyebut game ini dengan nama game "BUS WAY". Untuk membuat suasana menjadi lebih menyenangkan, sebelum guru memberi pertanyaan pada kelompok berikutnya, guru dapat mengucapkan kalimat-kalimat seperti layaknya bus way yang akan berhenti disebuah halte, misal'a: “Perhatian-perhatian, halte berikutnya adalah halte Kampung Rambutan, perhatikan barang bawaan anda dan hati-hati melangkah,.......dst, di improve sendiri ya.......^_^  
  • Agar anak-anak tidak bosen, bisa juga suatu saat pertanyaannya dapat kita ganti, bukan meneruskan suku kata, tapi menjumlah atau mengurangkan, misalnya: guru menyebutkan 5 + 2, orang pertama harus menjawab = 7, orang kedua harus mendengarkan jawaban orang pertama dan menjawab pertanyaan dari guru berikutnya, guru lalu menyebutkan misalnya  – 4, orang kedua akan menjawab = 3, orang ketiga harus mendengarkan jawaban orang kedua, guru memberikan pertanyaan berikutnya misalnya: + 3, jawaban orang ketiga harus diperhatikan oleh orang berikutnya, demikian berulang-ulang sampai seluruh anggota kelompok dapat giliran untuk menjawab. 
  • Game ini juga dapat dijadikan alternatif main activity untuk pelajaran berhitung dilevelel rendah (1 atau 2), jika perlu dilombakan antar kelompok, sehingga siswa benar-benar termotivasi untuk menghitung dengan benar.
4. Tebak gaya (melatih kemampuan imajinasi anak)

  • Siapkan kartu yang berisi berbagai gambar hewan, profesi, atau kegiatan yang sedang dilakukan oleh manusia.
  • Buatlah anak dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok harus menyiapkan 1 anggotanya yang akan memperagakan sesuai petunjuk pada kartu yang sudah disiapkan untuk masing-masing kelompok. 
  • Mintalah kelompok pertama mengambil kartu (kartu itu berisi nama hewan/profesi/kegiatan yang harus ditebak oleh anggota kelompoknya, tapi hanya dengan gaya, gak boleh pake suara). 
  • Hitung skor masing-masing kelompok, supaya anak termotivasi untuk berkompetisi.
5. Pesan Berantai/Kuda Bisik (Melatih daya ingat dan konsentrasi anak)

  • Buatlah anak dalam beberapa kelompok.
  • Bisikkan sebuah pesan/kalimat (klo anak kelas 1 paling ya 4-5 kata yg bermakna tertentu), atau dapat juga pesan itu ditulis pada sebuah kartu.  
  • Mintalah penerima pesan pertama ini membisikkan pesan kepada anggota kelompok berikutnya. Demikian seterusnya sampai seluruh anggota kelompok menerima pesan tersebut. pada semua anggota kelompoknya. 
  • Mintalah anggota terakhir pada tiap-tiap kelompok untuk menyebutkan pesan yang ia terima. Jangan lupa perhitungkan waktunya ya.....coz, klo ada 2 kelompok yang benar menyampaikan pesan, yang paling cepat lah yang menang
6. Bola estafet (melatih percaya diri anak)

  • Ajaklah anak untuk duduk melingkar (membuat lingkaran besar)
  • Ajak anak-anak menyanyikan lagu yang familiar, sambil meng-estafetkan bola, ketika guru berkata “stop” maka anak yang memegang bola tersebut harus menyebutkan identitas dirinya (nama diri, alamat, nama orang tua, umur), dll. Game ini dapat digunakan untuk mengenalkan materi identitas di level 1. 
7. Tebak Warna dengan Tulisan (melatih kemampuan membaca dan ketelitian)
  • Siapkan instrumen lagu yang ada syair warna’a (seperti lagu Balonku, Pelangi-Pelangi, Lihat Kebunku, dll).
  • Siapkan kertas asturo warna-warni yang sudah ditulisi nama berbagai warna, kemudian sebarkan kertas-kertas tersebut di seluruh ruangan kelas.
  • Putarlah instrument musik, dan mintalah anak untuk mengingat warna apa saja yang ada dalam instrument lagu tersebut.
  • Setelah lagu habis diputer, suruh anak mencari tulisan warna yang ada didalam lagu. Tapi untuk mengecoh anak-anak, tulisan warna jangan sama dengan warna kertas'a, misalnya: tulisan warna "PUTIH" di ketik di atas kertas berwarna merah, dst.

Teman-teman guru, games yang saya paparkan di atas hanya sebagian kecil dari ratusan games yang bisa teman-teman ciptakan sendiri. Tentu saja masih banyak ragam games, tepuk, dan lagu yang dapat kita gunakan untuk membawa suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa didik kita. Tinggal bagaimana kemudian kita meng-create pembelajaran dalam kemasan yang menarik sehingga siswa didik akan memperoleh pembelajaran PAKEM/PAIKEM (Pembelajaran Aktif  Inovatif Kreatif dan Menyenangkan) dan target pembelajaran pun akan tercapai dengan baik.


)* Salam berbagi manfaat teman-teman guru.....^_^