Minggu, 21 Desember 2014

"Menjadi Orang Tua yang Asyik dan Inspiratif di mata Anak-anak"



Suatu hari salah seorang anak didik saya bersikap tidak seperti biasanya, anak ini jadi pendiam. Ketika saya tanya, ternyata anak ini tidak mengerjakan PR yang saya berikan dua hari yang lalu.

“Mengapa kamu tidak mengerjakan PR Rin?” tanya saya

“Saya nggak tahu caranya Pak….!” Katanya.

“Memangnya kamu tidak bertanya atau dibantu sama orang tuamu?” tanya saya lagi.

“Itu dia Pak, Papa sama Mama saya juga gak tahu caranya. Papa sama Mama saya gak asyik orangnya, masa gini aja gak tahu? Gak nyambung….!” Jawab Rina lagi.

$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$

Kamis, 20 November 2014

Ini hanya soal “RASA”


Masih seperti hari-hari sebelumnya, kotaku siang ini tetep terik menyengat. Panas puoll…. semromong. Kendati pun teman-teman di sosmed banyak yang bikin status “hujan tlah tiba”  atau “Allahumma Soyyiban Nafii’an” atau “heem….suka banget mencium aroma tanah yang tersiram hujan”…. And so on, tapi kota tempat tinggalku ini tetep istiqomah, panas…..gak hujan-hujan…. Petak-petak sawah dekat komplek perumahanku pun kering kerontang, hanya rumput liar yang tumbuh disela retakan tanahnya. Maklum, aku tinggal di perumahan “MEWAH” alias mepet sawah….. Seiring dengan kerontangnya sawah di dekat rumahku, mengering pula rasanya jiwaku…..)*Hallah lebayy….

Sebenarnya ini hanya soal rasa. Ya….hanya soal rasa. Sesuatu yang didramatisir ya akan jadi sentimentil juga….aduh…apa coba….)*tink….tink…tink….

Adalah aku yang sudah lebih dari setahun hijrah ke kota ini, namun belum kunjung dapat menyatu. “Enggak tahu kenapa ya…rasanya aku kok belum klik ya sama kota ini. Chemistrynya belum dapet gitu lho…..” Begitu selalu alibi yang kulontarkan sebagai pembenaran atas rasa yang kurasa.

“Dulu…waktu hijrah ke Surabaya, Batam, dan terakhir di Depok, nggak gini-gini amat deh kayaknya. Enggak sampe setahun aku sudah bisa menikmati hidupku dengan sangat nyaman. Kayak di Batam dulu, aku betaahh banget, padahal jauh, klo pulang kampung musti nyiapin pundi-pundi yang banyak, atau klo duitnya pas-pasan ya.. harus rela berkapal-laut-ria, mana gak ada keluarga sama sekali disana. Keluargaku ya teman-teman dan tetangga. Tapi aku enjoy aja tuh….. Kenapa disini tidak ya….” Lanjutku terus menguatkan pembenaran.

“Ya…sok atuh, segera tambatkan hatimu disini, biar kamu jadi betah tinggal di kota ini. Ayo…cari tambatan hati. Atau mau aku yang jadi tambatan hatimu.” Begitu seloroh teman kerjaku...............)*Gubrakk…......

Demen banget nih teman mengolok-olok ku…..”Ih…suka ya kamu melihat orang menderita, pasti kamu sukanya SMS, Senang Melihat orang Susah. Rela banget deh menari-nari diatas penderitaan orang…..” timpalku untuk selorohnya yang nyebelin itu……

Beberapa pekan ini hatiku memang sedang galau. Hari ke hari kegalauanku itu kian memuncak. Mulai dari belum nyamannya hatiku disini, cuaca yang memanas dan terus memanas (sementara yang lain sudah mulai hujan), kultur masyarakat yang rasanya tidak bisa menyatu denganku, sampai munculnya peluang berkarir dan lanjut studi di tempat lain yang terasa menggiurkan (sementara institusi tempatku berkarir saat ini jelas tak akan mau melepaskanku……). Huaaahhh…..begah bener rasanya.

Sekali lagi, sebenarnya ini hanyalah soal “RASA”. Ya…..hanya soal “RASA”

Sejatinya aku lah tak mampu menata hati, mengemas rasa, memaknai setiap moment dalam hidup sebagai suatu kebahagian dan keindahan.


“Bukan karena hari ini indah maka kita bahagia, tapi karena kita bahagia maka hari ini indah” . Nasihat bijak ini rasanya pantas ku catat sebagai motivasi agar aku tak cengeng menjalani hidup di belahan bumi Allah manapun. Karena sungguh, rahmat dan kasih sayang Allah tak pernah memilih tempat. 


)*Edisi Galaunisasi

Rabu, 17 September 2014

Pelangi Kehidupan



"Hidup tidak selalunya indah...
Langit tak selalu cerah....
Suram malam tak berbintang...
Itulah lukisan alam.....
Begitu aturan Tuhan......"


Itulah sepenggal  syair lagunya Hijaz “Lukisan Alam”. Hidup ini memang penuh warna warni. Berputar bagai roda pedati. Bila sisi roda itu bertahan di satu tempat, maka berhentilah sang pedati. Begitu pun hidup. Adakalanya berputar hingga ke puncak tertinggi. Dan sebuah sunnatullah bila pada gilirannya harus bergerak turun bahkan hingga ke titik nadir.

Pada hakekatnya, hidup adalah ujian. Ujian untuk meraih kesuksesan dunia akhirat. Tak beda jauh dengan anak sekolah, sejatinya ujian hidup adalah untuk menaikkan derajat seseorang. Semakin tinggi derajat yang hendak diraih, maka ujian yang dihadapi juga semakin sulit dan berat. Bukan kah kita tak jarang menyengajakan diri untuk ikut ujian berkali-kali, hanya untuk mengetahui kompetensi diri kita??? Mulai dari ikut ujian TOEFL/TOEP, ujian TKDA, sidang skripsi, sidang tesis, bahkan sidang disertasi. Apa tujuannya??? Mengukur kemampuan dalam rangka peningkatan kompetensi diri.

So....tidak ada bedanya dengan ujian hidup. Derajat keimanan akan semakin tinggi seiring dengan keberhasilan seseorang dalam menghadapi ujian /cobaan yang Allah berikan kepada ummat NYA. Dalam hadits shahih Rasulullah SAW bersabda “Orang yang paling banyak mendapat cobaan adalah para nabi, kemudian orang-orang shaleh, dan selanjutnya orang-orang yang memiliki derajat yang tinggi dalam agama. Karena seseorang diberikan cobaan sesuai dengan kualitas agamanya. Jika agamanya teguh, maka ia mendapat tambahan cobaan”. Dengan demikian, ujian hidup bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti.

Rabu, 20 Agustus 2014

Tamak Penyakit yang Merusak


“ Seandainya manusia memeiliki lembah berisi harta, tentu ia masih menginginkan harta yang banyak semisal itu pula. Mata manusia barulah penuh jika diisi dengan tanah. Allah tentu akan menerima taubat bagi siapa saja yang ingin bertaubat” (HR. Bukhari)

Tamak suatu penyakit yang merusak. Secara  bahasa tamak berarti rakus hatinya. Sedang menurut istilah tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang mengakibatkan adanya dosa besar.

Dari definisi di atas bisa dipahami bahwa tamak adalah sikap rakus terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan tanpa memperhitungkan mana yang halal dan haram. Sifat ini menjadi sebab timbulnya rasa iri, dengki, hasud, permusuhan dan perbuatan keji dan mungkar lainnya, yang kemudian pada penghujungnya mengakibatkan manusia lupa kepada Allah SWT, kehidupan akhirat serta menjauhi kewajiban agama. Rasa iri memunculkan bibit-bibit kebencian ketika melihat orang lain mendapat sesuatu yang lebih dari dirinya. Cinta keapa dunia menyebabkan apa yang ada di tangan orang lain terlihat indah. Ketika  manusia telah dikuasai penyakit tamak/serakah, yang haram pun berusaha dicarikan kehalalan agar sesuai dengan kehendaknya.

Rasulullah SAW menggunakan perumpamaan dua ekor serigala yang kelaparan dan dilepaskan di tengah kerumunan domba. Ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama serigala tadi akan mati kelaparan karena tidak sanggup mengejar mangsanya. Kedua, serigala tadi berhasil memangsa satu atau dua ekor domba dari gerombolan domba tadi. Namun demikian, betapa pun laparnya serigala tadi, dia tidak akan sanggup memakan lebih dari 2 ekor domba sekaligus. Lain halnya dengan manusia, ketamakan/keserakahan membuat manusia menghalalkan segara cara untuk memiliki sesuatu yang diinginkannya.

Imbas dari tamak terhadap dunia adalah rasa selalu ada dalam kemiskinan. Ingat, bahwa orang yang miskin bukanlah orang yang kekurangan harta benda. Orang yang miskin sebenarnya adalah orang yang tidak pernah kenyang dengan harta dunia. Ia cari harta siang dan malam, tidak menghiraukan halal dan haram, dan bahkan ia persembahkan hidupnya untuk mencari hata dan harta. Dia tidak pernah merasa cukup karena sifat tamaknya. Setiap melihat sesuatu yang lebih baik menurut penilaian matanya, maka otaknya memerintahkan untuk mendapatkannya apa pun cara yang harus ditempuhnya.

Lalu bagaimana menyembuhkan diri yang terjangkit penyakit tamak ini???

Obatnya adalah senantiasa memperkuat keimanan kita kepada hal ghoib. Beriman kepada hal ghoib berarti kita meyakini dengan pasti bahwa Allah itu ada. Malaikat senantiasa mencatat amalan baik dan buruk kita. Mengimaninya juga berarti kita meyakini bahwa setiap perbuatan pasti Allah sediakan balasannya, entah itu pahala atau dosa, entah itu surga atau pun neraka.


Bertolak dari keimanan kepada hal yang ghoib ini, kecintaan kita kepada dunia akan memudar berganti dengan cinta kepada akhirat yang abadi. Ketika cinta kepada dunia tak lagi merajai, maka rasa iri dengki akan hilang juga dari diri, kemudia tidak ada lagi alasan bagi diri ini untuk terjangkiti sikap tamak yang merusak.

)*Edisi Evadir....

Kamis, 27 Februari 2014

Jika Hatimu Lelah...


“Suddenly I feel tired, very tired...
Everything makes me tired, over and over....
And now, I’m bored with my dream......”

Kuawali pagiku hari ini dengan rasa yang tak jelas juntrungannya. Sedih.....tapi sedih kenapa???? Apa yang membuat sedih???? Tak ada satu pun nikmat NYA yang diambil dari raga lemahku ini. Pagiku kali ini pun sebenarnya sungguh sangat indah. Mentari hangat bersinar, tak ada malu sedikit pun. Keindahan sinarnya bahkan sampai menoreh semburat jingga di ufuk timur sana. Sungguh, sebuah keindahan suasana pagi lereng Ciremai yang tak layak diragukan lagi. Namun ironisnya, keindahan ini tak mampu melebur suasana batinku yang sedang jengah tanpa arah.....

Samar kudengar riang kicau burung di pokok pohon samping rumahku, kutarik nafas dalam-dalam, ku pejam mata rapat-rapat......Ah......hembusan nafas ini terasa berat.....
Sungguh aku lelah........

Rabu, 08 Januari 2014

Just for Ex Ekasos SMANSA....


Sabtu 28 Desember 2013 adalah saat yang Allah berikan pada kami, aku dan sebagian teman-teman ex Ekasos Smansa untuk kembali bermuwajahah, mengeratkan silaturahim diantara kami setelah hampir 25 tahun berpisah. Khusus buatku, ini adalah kali pertama kembali bertemu mereka. Maklum aku memang belum berkesempatan menghadari reuni.

Kuayun langkah menuju salah satu saung di “WTS” alias “Warung Tengah Sawah” milik salah satu alumni ekasos. Dada bergemeruh dipenuhi rasa rindu pada mereka, teman-teman SMA ku. Kuucap salam sambil menebar senyum berkeliling pada semua yang ada disitu. Waduh....siapa saja ya mereka. Beberapa sempat aku kenali. Ada Lulu, Aflaha, Renez, Lusi, Himam, Heri, Tri Mulyanto, Slamet Rohman, terus siapa yang lain ya..... Kuputar memoriku ke masa lebih dari 20 tahun yang lalu, masya Allah.....ternyata memori jangka panjangku sudah overload. Mungkin karena banyak terisi dengan kejadian-kejadian 20 tahun sesudahnya, aku pun gagal me-recall ingatanku. Klo gak bisa di recall juga, di instal ulang ajja deh, hahahaha......Untuk tidak membuat kecewa teman-teman yang tak lagi kukenali, aku pun mendekati Renez dan Lusi untuk bertanya, siapa kah teman-teman yang tidak lagi kukenali. Dan hasilnya, Alhamdulillah, aku sempat mengenali Fuji, Dedy & Lies Heliani (pasutri ex Ekasos pemilik WTS tempat kami ngumpul-ngumpul), Yahya & istrinya, pak dr.Haris (suami lulu) trus siapa lagi ya.....ah, faktor “U” rupanya, jadi banyak lupanya......^_^