“Aku enggak menikmati pekerjaanku saat ini kok..... Aku jadi guru kan daripada nganggur, lumayanlah buat kegiatan hari-hari, daripada bengong-bengong di rumah gitu.....”
“Aku tuh... sering radha-radha enggak sabar gitu klo bocah diajarin enggak ngerti-ngerti. Ya....tapi klo ngajar mah...ya ngajar ajja dah, yang penting masuk, absen penuh, dan aku bisa refreshing sama temen guru yang lain.
“Paling bete’ tuh klo aku udah ditagih yang namanya silabus, RPP, worksheet, dan konco-konconya....Ya....secara aku kan emang enggak punya basic keguruan gitu, aku ajja dulu kuliah di fakultas ekonomi. Ya....males gitu deh klo aku harus ngerjain yang begituan. Lagian ngajar mah enggak perlu harus pake rencana-rencanaan lah, kan apa yang mo kita ajarin sudah ada di kepala, tinggal ngomong-ngemeng di depan kelas, beres toh.....”
Nah lo.....guru kok begini ya statementnya, jangan-jangan dia kesasar ajja jadi guru. Enggak bisa menyatu banget sepertinya dengan profesinya. Setiap pekerjaan kan ada tupoksinya, demikian pula dengan guru. Tidak hanya sekedar cuap-cuap di depan kelas thok, perencaan juga harus ada, supaya arah dan tujuan pembelajaran yang kita sampaikan tercapai. Apalagi jadi guru adalah pekerjaan “Hati Nurani”, yang kita hadapi adalah anak-anak, makhluk hidup yang punya jiwa, tentu beda dong dengan pekerjaan yang interaksinya dengan benda mati........gimana dong ?????
$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$
“Ya....aku sih profesional saja lah....ada uang ya ada kerja, proporsional gitu deh..... Ngapain juga kita kerja ngoyo-ngoyo. Sekolah ini cuma sanggup menggaji kita segitu, jadi ya segitu juga lah yang kita berikan. Klo mau minta kinerja yang lebih lagi dari kita, ya.....bayaran kita juga harus tinggi dong.....”
“Masa’ kita harus ngerjain tugas tambahan kayak gini....inventarisasi mobiler lah....administrasi kelas lah.....ada duitnya juga enggak.....gaji pas-pas’an ya kerjanya pas-pas’an juga lah......klo ada duitnya mah hayuk, klo tidak ya....maaf......”
Waduh.....inventarisasi mobiler perangkat kelas dan admin kelas itu kan bagian dari tugas wali kelas ya....kok masih nanya “duit” juga. Masih bisa dikategorikan profesional kah, jika segala sesuatu dinilai dengan uang? Termasuk bagian dari tugas pokoknya pun masih minta bayaran lebih.....guru bayaran kali ya.......
$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$
“Klo lagi libur panjang kayak gini, aku selalu kangen sama mereka. Apalagi klo aku kebagian ngajar kelas 1, ih.....keingetan lucunya bocah yang masih unyu-unyu itu. Walau pun kadang bikin kesel, tapi keluguan mereka langsung meruntuhkan keselku deh.... Namanya juga anak-anak, jadi perilakunya ya emang anak-anak banget, bukan nakal lah namanya......”
“Rasanya tuh....ada kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagiku klo melihat mereka tumbuh jadi anak-anak yang cerdas, tidak hanya cerdas otaknya, tapi juga cerdas spiritualnya, memiliki akhlak yang baik dan perilaku yang santun pada semua orang”.
“Nah....saat libur panjang seperti ini nih, aku punya banyak waktu untuk bikin silabus, pemetaan standar isi, RPP, dan bikin-bikin media yang menarik, biar pas ngajar semester depan aku bisa memberikan sesuatu yang lain yang lebih baik buat mereka....”
Subhanallah....klo ketemu guru yang begini, adeeemm deh pastinya kancah dunia pendidikan kita. Bayangkan, guru yang merupakan pencetak generasi penerus bangsa ini, memiliki integritas yang tinggi terhadap tugas dan profesinya. Guru ini benar-benar sadar bahwa profesinya adalah sebuah profesi yang harus dilakukan dengan “Hati Nurani”, karena tanpa itu sang guru tak akan mampu membentuk karakter anak didiknya menjadi kalifatullah yang membanggakan bagi Khaliq nya, kita sadarkan bahwa Allah menciptakan manusia itu bukan tanpa tujuan. Allah menghendaki semua ciptaan Nya bertasbih dan menyembah kepada Nya. Tujuan akhir pendidikan yang dilakukannya tidak semata-mata membuat anak cerdas secara intelektual, namun juga cerdas spiritualnya.
$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$
Guru kah profesi yang kita tekuni saat ini?
Guru adalah sebuah pekerjaan hati. Yang kita lakukan adalah kegiatan pembentukan karakter anak bangsa. Guru bukan sekedar mentransfer ilmu pada anak didiknya, tapi lebih dari itu guru punya tanggungjawab moral untuk menanamkan norma-norma hidup, kesantunan, dan akhlakul karimah. Oleh karena itulah seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian. Jika ingin membaguskan karakter orang, sudah barang tentu kita harus lebih dahulu membaguskan karakter diri kita. Sebagaimana Rasulullah SAW senantiasa mencotohkan ketika beliau menghendaki ummatnya mengikuti apa yang beliau sampaikan. Begitupun dengan guru, ketika guru menyampaikan nilai-nilai positif dalam hidup yang harus diikuti oleh anak didiknya, proses transfer value akan lebih mudah dilakukan bila guru telah lebih dahulu melakukan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu tipe seperti diri kita sebagai guru saat ini?
Ada di level manakah kita dalam menjalankan profesi yang kita geluti sekarang?
Apakah kita jadi guru karena terpaksa, karena tidak ada pekerjaan lain yang mau menerima kita?
Termasuk “Guru Nyasar” kah kita saat ini?
Boleh saja kita jadi guru tanpa memiliki latar belakang pendidikan yang relevan, (saya juga sih....bukan dari kependidikan kuliahnya dulu........ ^_^) tapi bila kemudian kita berusaha untuk menyatu dengan pilihan hidup sebagai guru, tentu kita akan punya ikatan batin yang kuat dengan anak didik ketika mengajar. Tentu kita memiliki semangat untuk belajar dan melengkapi diri dengan ketrampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Tentu kita akan dapat memaksa hati kita untuk belajar menyelami profesi yang kita pilih. Pepatah bilang "Ala bisa karena biasa", walau semula terpaksa, tapi jika kita enjoy dengan pekerjaan yang kita tekuni tentu lama kelamaan akan jadi suka. Nah....klo sudah begini, pastinya kita tidak termasuk dalam kategori "Guru Nyasar".
Atau barangkali kita termasuk guru bekerja dengan orientasi uang dan uang saja? Tidak bisa dinafi’kan bila setiap manusia membutuhkan uang. Namun bila dalam mendidikan anak guru berprinsip “gaji pas-pasan=ngajar pas-pasan”, sementara sebetulnya kita memiliki potensi lebih untuk mendidik anak lebih optimal, maka bisa jadi kita termasuk dalam kategori “Guru Bayar”.
Menjadi guru adalah cara kita berbisnis dengan Allah yang kompensasinya akan kita rasakan di kehidupan sesudah hidup. Ini merupakan inventasi akhirat bagi kita. Bukankah kita tidak hanya mengharapkan bayaran di dunia dari manusia yang sifatnya fana, tapi lebih dari itu kita mengharapkan kasih sayang NYA pada kita di yaumil akhir nanti ? Kenapa pula kita harus menyia-nyiakan kesempatan bisnis di dunia yang sudah sangat jelas bayarannya dari Rabb Sang Maha Kaya ????
Sudahkah kita menjadi guru yang ikhlas, yang secara sadar telah menunjukkan integritas dan totalitas sebagai pendidik dalam mentransfer ilmu dan nilai kepada anak didik kita? Sudah kah kita menjadi seorang guru yang menyenangkan bagi siswa-siswi kita, menjadi guru yang senantiasa mereka rindukan kehadirannya setiap hari? Bahagiakah kita menjadi bagian dari keluarga besar komunitas yang bertekad mendidik anak bangsa yang berkarakter akhlakul karimah? Termasuk kategori "Guru Sadar" kah kita ???
Mari kita jujur pada diri kita sendiri. Biarlah ini menjadi sebuah kontemplasi sehingga kita benar-benar dapat meningkatkan profesionalitas dan integritas kita sebagai guru. Semoga kita mampu menjadi insan yang bertanggungjawab atas apa yang menjadi pilihan hidup kita sebagai seorang pendidik, karena hakekatnya menjadi guru adalah cara kita berbisnis dengan Allah yang tidak hanya memberikan keberkahan di dunia, namun juga di kehidupan kita sesudah hidup.
)*Semangat memperbaiki niat teman-teman guru.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar