“Bapak ibu, saya berharap kita semua komit pada kesepakatan kita. Segala sesuatu ada aturannya dan aturan tersebut ada di SOP, ada standarnya, ada prosedurnya, jadi saya minta bapak ibu baca dan pelajari dengan baik SOP dan panduan tata kerja yang sudah bapak ibu miliki. Harapan saya sesudah ini tidak ada lagi pelanggaran apa pun, karena masing-masing dari kita sudah berjalan sesuai ketentuan yang berlaku”. Itulah kalimat yang diucapkan oleh seorang pimpinan sebuah institusi ketika menutup rapat koordinasi bulanan bersama seluruh bawahannya yang disambut dengan wajah lesu sebagian besar peserta rapat. Setelah pimpinan dan jajaran manajemen keluar dari ruang meeting, sejurus kemudian terdengar gumam tanpa beban dari sudut ruang rapat, “Klo anak buah….. ajja yang melakukan kesalahan, langsung tuh nyonya nyanyi kenceng-kenceng, padahal salahnya mah cuma gitu doang…..baca SOP ya sodare-sodare…..cape deeehh……” Celutuk ini pun disambut dengan tawa seisi ruangan. “ Ente semua musti dateng on time ye, tapi klo aye mah boleh suka-suka…..pan aye bos” sambung yang lain. Kebekuan yang terasa seusai rapat pun kini mencair seiring munculnya berbagai komentar yang disambut tawa diantara mereka. Rapat sore itu memang lebih banyak diwarnai teguran dari sang “Bos” tentang kinerja anak buah, yang menurut sang “Bos” sarat dengan ketidaksesuaian pada aturan tata kerja yang ada. Itu menurut “Bos” sang pimpinan, namun menurut anak buah selaku karyawan……….beda lagi tentunya. Masing-masing punya bingkai pemikiran yang berbeda nampaknya. Apakah setiap pihak memandang dari kacamata kepentingannya sendiri-sendiri????? Sehatkah kondisi kerja semacam ini?????? Lalu bagaimanakah seharusnya hubungan antara atasan dan bawahan???? Haruskah masing-masing pihak menempatkan diri sebagai pihak yang berseberangan?????
******************************************************************
Pernahkah mendengar sentilan sentilun dari para karyawan yang menyindir atasan? Atau mungkin kita sendiri pernah melakukannya? Wajar…..sangatlah wajar. Mungkin kita juga tidak asing dengan guyonan seperti ini….”Pasal 1: Bos nggak pernah salah. Pasal 2: karyawan/bawahan yang melakukan pelanggaran akan diberikan SP sesuai dengan tingkat kesalahannya berdasarkan SOP yang ada. Pasal 3: klo Bos melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan SOP alias melanggar peraturan juga, silahkan lihat pasal 1” “Makanya jadi bos, biar nggak pernah salah, nggak pernah melanggar peraturan gitu…... Klo salah kan tinggal lihat pasal 1, beres tho….……”
Waduh….bagaimana kira-kira klo kita punya pemimpin seperti ini???? Sangat tidak enak pasti ya….. Punya atasan yang arogan, merasa diri sebagai “Pimpinan Tertinggi”, berbangga hati dengan jabatan sehingga menjadi sewenang-wenang dalam melakukan pengambilan keputusan (mengambil kebijakan tanpa dasar yang jelas), dan parahnya lagi apabila bumbu “like/dislike” pada bawahan ikut andil dalam memberikan penilaian kinerja anak buah, sehingga kinerja karyawan tidak terukur dengan standar penilaian yang jelas, dan subyektifitas menjadi lebih dominan. “If I don’t like You, I can do anything and everything, cause I’m bos….”. Apa jadinya bila kita dipimpin oleh orang seperti ini????
Menjadi seorang pemimpin memang bukanlah hal yang mudah, tapi bukan berarti susah juga. Pada dasarnya manajemen qalbu yang baik menjadi kuncinya. Seseorang diamanahi tugas untuk “memimpin” tentunya karena individu tersebut memiliki kemampuan lebih, dibanding orang-orang disekitarnya. Lebih pintar dalam banyak hal, lebih bijak, lebih sabar, lebih teliti, lebih mampu berempati pada setiap kondisi yang dihadapi karyawan, lebih rajin ibadahnya, dan segambreng lebih-lebih yang lain yang pastinya kelebihan itu adalah kelebihan yang bersifat positif. Pendeknya, mereka haruslah inidividu yang memiliki kecerdasan spiritual, emosional, dan intelektual yang lebih mantap dah…….
Mengapa demikian?
Rasanya sangatlah wajar, karena pemimpin akan menjadi panutan dan pengayom bagi orang yang dipimpin. Bukan berarti pemimpin itu nggak boleh salah, namun setidaknya predikat sebagai “Pemimpin” yang melekat, membuat individu tersebut menjadi wajib mengatur perilaku dan harus mau terus meng-upgrade kompetensinya hingga dapat menjadi contoh yang baik bagi orang-orang yang dipimpinnya. Bagaimana mungkin seorang pimpinan mengharapkan anak buahnya melaksanakan seluruh aturan, bilamana pimpinan tak lebih dulu melakukannya. Atau, pimpinan tidak konsisten melakukan peraturan dan kebijakan yang ada???? Contoh sepele dalam kehidupan keluarga kita adalah anak yang merupakan plagiat ulung dari seluruh perilaku orang tuanya. Manalah mungkin anak kita akan makan dan minum sambil duduk, bila orang tuanya berdiri ketika makan dan minum. Apakah mungkin anak kita akan belajar, sedang disaat yang sama kita asyik menonton acara televisi atau begitu fokus dengan chatting di berbagai social media?????
Jangan pernah mengharap orang lain mau melakukan apa yang kita perintahkan bila kita tak pernah bisa memberikan contoh. Rasulullah SAW uswah hasanah kita, ketika melakukan syiar untuk mengajak ummatnya melaksanakan perintah Allah SWT, senantiasa memberikan contoh dengan melakukan perintah-perintah Allah tersebut. Dengan kelembutan namun penuh ketegasan baginda Rasul mampu menebarkan cahaya Islam dalam kehidupan manusia pada saat itu. Memang kita bukanlah Rasul yang memiliki sifat ma’sum, manusia pilihan Allah yang terjaga dari melakukan hal-hal buruk, namun setidaknya bilamana kita mengaku mencintai Rasul dan merindukan syafaat Allah di yaumil akhir nanti melalui lelaki pilihan kekasih Allah ini, tentulah kita akan mengikuti bagaimana cara-cara rasul dalam bermuamalat, tak terkecuali ketika kita bekerja.
Ada hal penting yang seharusnya senantiasa dilakukan oleh seorang pimpinan, hingga dia dapat menjadi pemimpin yang layak jadi panutan bagi orang yang dipimpinnya, yaitu “Belajar”. Menjadi seorang pemimpin berarti secara sadar memilih untuk terus belajar. Belajar tentang banyak hal, belajar untuk lebih berdisiplin, belajar untuk lebih bertanggungjawab, belajar untuk membangun komunikasi yang efektif dengan banyak pihak, belajar untuk cermat dan bijak menyelesaikan masalah, belajar untuk mendengar banyak hal dari semua komponen dalam institusi yang dipimpinnya, dan tentunya belajar untuk membangun kompetensi diri. Pembelajaran ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, bisa sharing dengan orang yang berpengalaman, belajar dari literatur tentang kepemimpinan yang bejibun di toko-toko buku, termasuk juga belajar dari bawahannya. Bisa jadi orang yang dipimpin mempunyai pengetahuan lebih tentang beberapa hal. Tidak ada salahnya pimpinan belajar dari orang yang dipimpinnya. Tidak perlu merasa gengsi, apalagi menjadi tidak suka bila ada bawahan yang memiliki kemampuan lebih. Pemimpin yang baik seharusnya justru mengakomodir kompetensi anak buah untuk kemajuan institusi dan pencapain tujuan organisasi. Tidak perlu pula pimpinan merasa tersaingi dengan kelebihan yang dimiliki oleh anak buah, apalagi merasa khawatir kelebihan yang dimiliki anak buahnya akan mengganggu eksistensinya sebagai pimpinan.
Ciri-ciri pemimpin yang luar biasa
1. Integritas (melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikatakan, penepatan janji)
Seorang pemimpin yang luar biasa akan memiliki integritas yang tinggi. Segala sesuatu yang dilakukannya sesuai dengan apa yang dikatakannya. Ketika pimpinan membuat sebuah peraturan, maka dialah orang pertama yang akan melakukan peraturan tersebut secara konsisten. Bilamana seorang pimpinan menerapkan system reward and funishment, maka aturan tersebut dilakukan secara utuh dan menyeluruh, tidak bersifat tebang pilih atau ada beberapa lapisan individu yang kebal terhadap funishment (karena teman dekat) sementara yang lain tidak mendapatkan reward (karena rasa tidak suka/subyektifitas). Pemimpin yang hebat akan melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang dikatakan, dan senantiasa menepati janji
2. Optimisme
Pemimpin yang luar biasa selalu optimis terhadap kemampuannya menggerakkan institusi yang dipimpinnya mencapai “Big Goals”. Apapun kondisi yang dihadapi, optimisme yang dimiliki pimpinan akan menularkan energi positif terhadap lingkungan kerja. Akibatnya pimpinan akan mampu menggerakkan seluruh jajarannya untuk tetap bersemangat mencapai tujuan organisasi dan mentransformasikan segala kondisi yang dihadapi menjadi sebuah kekuatan untuk terus maju.
3. Menyukai Perubahan
Bagi seorang pemimpin yang luar biasa, perubahan merupakan sebuah kebutuhan. Jika tidak berubah itu berarti tidak berkembang. Dengan demikian pemimpin tersebut akan terus berinovasi mencari terobosan baru dan menciptakan berbagai perubahan demi kemajuan institusi yang dipimpinnya.
4. Berani menghadapi resiko
Seorang pemimpin yang luar biasa akan selalu siap menghadapi segala resiko yang mungkin terjadi dari berbagai inovasi yang diciptakannya. Berani mengambil resiko adalah bagian dari pertumbuhan yang amat penting. Pemimpin harus bisa menghitung resiko dan keuntungan dibalik resiko untuk melangkah lebih baik. Untuk itulah seorang pemimpin mutlak harus dapat melakukan analisa SWOT, sehingga mampu memperhitungkan peluang yang bisa dimanfaatkan bagi perkembangan dan kemajuan institusi.
5. Ulet
Sikap pantang menyerah yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin yang hebat saat menghadapi kesulitan, akan membuat anak buah termotivasi untuk terus berusaha menemukan solusi terbaik dan problem solving, bagi berbagai masalah yang ada. Kondisi ini akan membuat seluruh komponen yang berada dalam komando sang “pimpinan” menjadi sabar dalam menghadapi segala permasalahan dan senantiasa berusaha dengan sungguh-sungguh, sesulit apa pun medan yang harus dihadapi.
6. Katalistis
Pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang secara luar biasa mampu menggerakkan orang lain untuk melangkah. Pemimpin yang hebat bisa memotivasi dan mengajak orang lain keluar dari zona kenyamanan untuk kemudian bergerak menuju tujuan mereka. Para pemimpin yang katalistis, akan selalu mampu membangkitkan gairah, antusiasme dan tindakan anak buah.
7. Berdedikasi dan komit
Anak buah menginginkan pemimpin yang mencurahkan perhatian dan komitmen yang lebih kepada institusi dari pada ke diri mereka sendiri. Pemimpin yang hebat akan berdedikasi tinggi dan komit pada tugas-tugasnya. Hal ini akan memotivasi anak buah untuk mengikuti sang pemimpin karena anak buah kemudian menjadi paham dan dapat melihat betapa pentingnya pencapaian tugas-tugas dan tujuan sebagaimana yang dicontohkan oleh seorang pimpinan.
)* Dari berbagai sumber
Baca tulisan ini jadi teringat QS. Ash Shaff : 2-3
BalasHapusWahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Semoga diri ini tdk terlalu berobsesi dgn tmpt dunia yg ktnya "jabatan" , wl setiap diri adl pemimpin yaitu pemimpin bagi dirinya sendiri maupun ummat
Lebih baik jadi orang Asing spt ungkapan sebuah nasyid "Ghuroba"
“Berbahagialah orang-orang yang asing (al ghuroba’). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka.“(hadits shahih riwayat Ahmad)
Hanya satu keinginan dan kebutuhan yg hakikat seorang hamba...mencapai kemulian disisi Allah dan menjadi keluarga Allah...Allahu Akbar !!
“ Sesungguhnya di antara manusia terdapat keluarga Allah Swt.” Ditanyakan, ” Siapakah mereka, ya Rasulullah ? ” Rasul Saw menjawab, ” Mereka adalah ahlu Al-Qur’an. Mereka keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya.” (HR Imam Ahmad)
^_^ Lini_bundafaza
Harta, pangkat, jabatan, hanyalah titipan Allah...
BalasHapusManakala Allah menghendaki untuk mengambilnya maka seketika itu pun akan tercerabut.
Allah akan mengangkat derajat orang2 yang dikehendakinya, dan semogalah kita termasuk dalam golongan orang2 yang akan senantiasa Allah angkat derajat'a.
Semoga pula kita senantiasa bersabar menghadapi program akselerasi yang sedang Allah berikan, dan insya Allah kita akan lulus dengan predikat cum laude.....^_^ jazakillah bundafaza.....