Senin, 29 April 2013

Ketika Ikhlas Bertahta di Hati...


Siang  itu pak Hadi membelokkan sepeda motor GL Max nya ke halaman sebuah masjid di pinggir jalan. Jam di HP nya sudah menunjukkan pukul 13.40 WIB sementara dia belum melaksanakan sholat dhuhur. Setelah memarkir motornya, pak Hadi pun bergegas mengambil air wudhu. Sejuknya air kran cukup meredakan teriknya mentari yang membakar jalanan ibu kota, apalagi di bulan Ramadhan seperti sekarang ini. Orang bilang klo Ramadhan, rasanya jadi tambah panas. Ya…barangkali karena berpuasa, dan jumlah air yang dikonsumsi juga berkurang, makanya teriknya mentari membuat semakin exhausted ajja…..^_^.

Tak berlama-lama di tempat wudhu, pak Hadi segera menunaikan sholat dhuhur.  Setelah mengakhiri dzikirnya dengan sederet permohonan pada Sang Khaliq, pak Hadi berbaring di teras masjid sekedar meluruskan punggung yang sudah terasa pegel-pegel karena perjalanan melelahkan dari kantornya di bilangan pondok kelapa menuju depok, tempat tinggalnya. Sambil memejamkan mata, pak Hadi pun menikmati semilir angin dan sejuknya ubin masjid yang mulai merasuk ke tulang sumsum. Lelah karena energi yang terserap oleh panasnya cuaca siang itu sedikit terobati, berganti dengan raga yang terasa lebih segar, walau lapar dan dahaga jelas masih terasa, namanya juga lagi berpuasa….hehehee……^_^

Kesunyian dan kesejukan di teras masjid itu tiba-tiba pecah saat telinga pak Hadi menangkap isak tangis anak kecil. Kontan pak Hadi bangun dan duduk. Matanya berkeliling mencari sumber suara. Sejurus kemudian mata pak Hadi menangkap sesosok laki-laki berkoko putih mendekap erat anak laki-laki kecil yang menangis dalam gendongannya. Sementara 2 anak lainnya  diam memandangi wajah lelaki dewasa itu dengan tatap mata kosong sambil memegang ujung lengan koko putih lelaki itu. Sepertinya mereka adalah ayah dan anak. Tak tahan mendengar tangis sang bocah, pak Hadi pun bergegas menghampiri. Kalau sudah begini, yang terbayang dalam benak pak Hadi adalah kedua anaknya di rumah, yang semuanya laki-laki dan sebaya dengan mereka.

Singkat cerita, lelaki berkoko putih itu (sebut saja pak Firman) dan kedua anaknya adalah orang Sigli yang datang ke Jakarta untuk memulai usahanya dagang mie Aceh.  Namun 10  bulan di Jakarta sama sekali tak membuahkan hasil apa pun, modal mereka habis, dan saat ini mereka diusir oleh pemilik rumah petak karena sudah 5 bulan tak lagi sanggup membayar uang kontrakan. Yang lebih ngenes lagi, ibu dari ketiga anak itu (istri pak Firman) baru sebulan yang lalu meninggal karena DB yang tak sempat diobati. Lagi-lagi karena keterbatasan biaya. Innalillahi wa inna ilaihi roojiun…..Seketika itu pak Hadi merasakan tubuhnya seperti mengambang, kakinya serasa tak menyentuh ubin, lemas rasanya karena haru mendengar kisah pak Firman. “Rabb……sungguh, ternyata Engkau sangat menyayangiku. Terima kasih karena tak Kau berikan ujian padaku seberat apa yang dialami lelaki di hadapanku ini,” batin pak Hadi. Tak terasa bulir bening perlahan mengembang di sudut kedua matanya yang mulai terasa panas. 

“Saya tak tahu harus bagaimana lagi pak, saya tak punya tempat tinggal, saya tak punya sepeser uang pun untuk sekedar membelikan anak-anak minum saat mereka berbuka puasa nanti. Hari ini saja anak-anak saya hanya sahur dengan air putih” sambung pak Firman sambil menunjuk botol air mineral dalam genggaman anaknya yang masih tersisa beberapa teguk lagi. Sudah dapat ditebak, pak Hadi tentu tak tega mendengar kisah ayah anak ini. Spontan pak Hadi mengambil dompetnya dan mengeluarkan 2 lembar uang 50.000 an, lalu menyerahkannya kepada pak Firman. Binar kesyukuran jelas terpancar dari mata pak Firman sambil menjabat erat tangan lelaki dihadapannya seraya mengucapkan kata terima kasih yang disambut dengan senyum keikhlasan oleh pak Hadi. 

“Maaf pak, sebenarnya saya ingin pulang ke Aceh, tapi saya tak punya ongkos” ucap pak Firman lirih. “Apakah bapak bisa membantu saya? Saya ingin menjual HP saya ini, tapi kalau saya jual ke counter, cuma ditawar 200 ribu, padahal saya menjual HP ini agar bisa pulang ke Aceh” papar pak Firman sambil mengeluarkan sebuah HP nokia jadul 6610 nya. Masih dengan perasaan yang mengharubiru, pak Hadi bertanya “Bapak maunya HP itu dihargai berapa?”   “Ya…pokoknya asal saya bisa sampai ke kampung pak, saya akan menitipkan anak-anak ini pada neneknya di kampung. Setelah itu saya akan kembali untuk  ikut dagang nasi goreng dengan teman yang tinggal di Tanjung Priuk. 1 juta cukup lah untuk transport  kami pak…” sahut pak Firman. Sejenak pak Hadi tertegun. Namun sejurus kemudian dia merogoh kembali saku celananya dan mengambil dompetnya sambil berkata  “Begini ya pak, saya tidak berniat membeli HP bapak, saya hanya ingin membantu bapak. Ini 1 juta yang bapak butuhkan. Semoga perjalanan bapak ke kampung lancar. Bila suatu saat bapak ingin mengambil lagi HP ini, silahkan datang ke kantor saya. Ini kartu nama saya.” papar pak Hadi sambil menerima HP pak Firman dan menyerahkan uang serta kartu namanya. Pak Firman pun menyambutnya dengan wajah penuh kebahagiaan dan rasa terima kasih yang tak terhingga. Subhanallah…..kejadian yang rasanya sangat jarang terjadi dijaman seperti sekarang ini ya……

Setelah berpamitan kepada pak Firman, pak Hadi pun bergegas meninggalkan serambi masjid menuju pelataran parkir.  Ia akan segera melanjutkan perjalan pulangnya. Sore itu ia ingin sekali mengajak sang istri dan kedua anaknya ngabuburit, menunggu saat berbuka puasa sambil berwisata kuliner mencari ta’jil. Kebetulan hari itu ia baru saja menerima THR dari kantor tempatnya bekerja. Pak Hadi pun mempercepat laju GL Max nya. Sesampai di rumah, anak-anak sudah menanti dan mereka pun melewati senja dengan penuh keceriaan, dilanjutkan dengan tarawih di masjid komplek tempat tinggal pak Hadi.

Seusai tarawih dan bercengkerama bersama keluarnya,  tibalah waktu beristirahat. Kedua anak pak Hadi sudah masuk ke kamarnya. Pak Hadi dan istri pun bergegas untuk beristirahat. Seperti biasanya, pak Hadi dan istri selalu menyempatkan diri untuk saling bertukar pengalaman hari itu, sesaat menjelang tidur.  Ini adalah kebiasaan mereka, menjaga kemesraan dan keharmonisan rumah tangga dengan menjalin komunikasi yang berkualitas, walaupun dengan kuantitas yang terbatas. Pak Hadi menceritakan pengalamannya di masjid siang tadi. Diakhir cerita, pak Hadi ungkapkan kegalauan hatinya mengingat hampir separo THR yang diterima hari itu sudah diserahkan kepada pak Firman di masjid siang tadi. “Maaf ya bu, ayah sudah mengeluarkan uang tanpa meminta pendapat ibu dulu. Dalam jumlah besar lagi…..Ayah sungguh tak tega melihat anak-anak pak Firman, jelas sekali menahan lapar, apalagi mereka menjadi piatu karena belum lama ibu mereka meninggal. Kasihan sekali mereka…..Tapi bagaimana dengan rencana kita pulang ke Sukoharjo ya bu…..Ayah nggak tau harus bagaimana ini, padahal mbah putri sudah wanti-wanti meminta kita pulang, sejak sebelum Ramadhan lagi mbah putri  ngomongnya. Harus bagaimana ya bu…..” ucap pak Hadi pelan, khawatir istrinya akan marah. Namun diluar dugaan, ternyata ibu Mirna, istri pak Hadi sama sekali tidak marah. “Ya sudah lah ay…niatkan saja semuanya karena Allah, semoga saja ini jadi tambahan amal ibadah kita di bulan yang penuh berkah. Soal biaya pulang kampung ya nanti coba kita hitung ulang deh….kalau perlu kita naik kereta yang ekonomi saja, yang penting keangkut. Tapi saat mau naik keretanya ayah gendong Fadhil ya….biar Fahmi ibu yang nggandheng. Klo puasa-puasa ibu suruh nggedhong kan berat ay…..Sudah ah, kita tidur yuk….besok kesiangan lagi sahurnya” jawab bu Mirna mengakhiri pembicaraan. “Tapi bu, ayah kan kemarin juga sudah terlanjur janji sama Fadhil dan Fahmi mau belikan mereka baju koko masing-masing 2 stel. Koko mereka kan sudah belel semua, ibu lihat sendiri kan…untuk sekedar “ngekonomi” pun ayah sangsi bu….Uang kita nggak cukup klo harus buat beli baju koko juga, belum lagi oleh-oleh untuk mbah putri, pak lik dan bulik…… ” Sambung pak Hadi yang masih belum berniat menghentikan pembicaraan. “Ih….ayah ini bandel banget deh, tiii..duuurrr……” sahut bu Mirna sambil menarik selimut. Pak Hadi pun akhirnya menghentikan pembicaraannya. Disimpannya berbagai tanya yang menyeruak di benak, ke dalam lubuk sanubarinya. 

Disela  kegalauan dan kecemasan tentang kebutuhan jelang Idul Fitri, ada kesyukuran dan kebahagiaan yang tak terhingga karena ternyata istrinya begitu memahami kejadian yang baru saja dialaminya. Begitu lapangnya hati sang istri menerima segala yang terjadi tanpa rasa kesal sedikit pun, apalagi marah-marah. Padahal sederet rencana menyambut datangnya Idul Fitri sudah disusun sedemikian rupa, dan sekarang semuanya harus berubah. Alhamdulillah, ternyata pemahaman istrinya tentang makna “ikhlas” cukup bagus, kepasrahannya pada Rabb Yang Maha kaya begitu tinggi, sehingga ia mampu menyikapi qadar Nya dengan penuh kesabaran.

Demikianlah waktu terus berjalan, dan karena bu Mirna ingin dapat menyisihkan sebagian uang belanja untuk menambah anggaran pulkam mereka, maka bu Mirna pun mengerahkan segenap kemampuannya untuk memanage uang belanja sedemikian rupa sehingga dengan pengeluaran secukupnya, ia tetap mampu menyajikan menu berbuka dan makan sahur yang berkualitas untuk keluarganya. Sampai pada suatu hari, hanya beberapa hari sebelum rencana pulkam mereka, tiba-tiba bu Mirna mendapat telpon dari salah satu redaktur majalah wanita muslim yang mengabarkan bahwa beberapa tulisan bu Mirna yang pernah dikirim akan segera diterbitkan secara bertahap dalam beberapa nomor penerbitan. Dan untuk itu bu Mirna akan mendapatkan honor menulis sebesar 2 juta rupiah. Bu Mirna memang orang yang senang menulis. Berbagai artikel tentang pendidikan dan parenting sering menghias blognya. Dan beberapa waktu lalu, bu Mirna mencoba mengirimkan tulisan-tulisan tersebut ke redaktur majalah wanita Islam. Hitung-hitung mengukur kemampuannya menulis lah…..Dan Alhamdulillahnya, kali ini semua tulisannya lolos, siap naik cetak, dan honornya pun sungguh diluar dugaan.


QS. Ath Thalaq 2-3:
 “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan (Dia) memberinya rezeki dari arah tiada disangka-sangkanya”.
 Ibnu Katsir menafsirkan, ”Maknanya, barang siapa yang bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintah Nya dan meninggalkan apa yang dilarang Nya, niscaya Allah akan memberi jalan keluar serta rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dibenaknya.”

Subhanallah…..kita memang tak pernah tahu dari pintu yang manakah Allah akan mendatangkan rizki bagi ummat Nya. Dibalik kesempitan yang sedang kita hadapi, ternyata Allah sudah menyiapkan kelapangan yang luar biasa. 

Keikhlasan keluarga ini untuk membantu sesama, berinfaq di jalan Allah telah Allah balas dengan cara yang sangat indah. Keikhlasan pak Hadi menolong pak Firman dilakukannya tanpa pamrih, semata-mata hanya untuk beribadah dan beramal mengharap keridhoan Rabb Sang Maha Pengenggam Kehidupan. Sama sekali bukan berharap untuk dipuji, apalagi disanjung sebagai “sinterklas” atau “dewa penolong” bagi orang lain. Demikian pula dengan ibu Mirna, keikhlasannya menerima segala sesuatu yang sudah menjadi Ketetapan Allah Azza Wajalla, membuatnya tidak merasa kecewa walaupun THR sang suami harus berkurang hampir separohnya untuk orang asing yang sama sekali tidak mereka kenal sebelumnya. Seandainya kita yang mengalami hal seperti ini, mungkin akan susah bagi kita berkhusnudzon, yang ada kita akan menyangka itu hanyalah tipu-tipu dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.  

QS Saba’: 39
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rizki yang sebaik-baiknya”

Rasullullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh HR Muslim bersabda:
“Allah berfirman: “Wahai anak adam, berinfaklah, niscaya aku berinfak (memberi rizki) kepadamu.”

Bila selama ini belum ada keikhlasan di hati kita untuk peduli pada orang-orang disekitar kita, bila selama ini kita cenderung memilih untuk bersikap “pelit” apalagi “kikir” untuk berbagi pada sesama, mungkin sekaranglah saatnya bagi kita untuk melatih diri peduli pada lingkungan. Kepedulian yang ikhlas ini tidak selalu harus diwujudkan dalam bentuk materi, namun dapat pula berupa support, pemikiran, atau bahkan mungkin dengan tenaga. Janji Allah adalah pasti. Setiap kebaikan yang kita lakukan dengan keihlasan, hanya mengharap keridhoan Allah semata, insya Allah akan menjadi pemberat timbangan amal kebaikan kita di yaumil akhir nanti. Imam al Ghazali menegaskan, ikhlas adalah shidqun niyyah fil ‘amal. Dengan kata lain, setiap amal saleh dan kebajikan yang ingin dilakukan semestinya berorientasi karena Allah. 
Wallahu alam bissowab.



)*Salam ikhlas tuk raih ridlo Illahi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar