Senin, 10 Juni 2013

Pembelajaran "Membaca" di level 1



“Ibu....aku nggak tahu gimana nulisnya.......”

“Ibu .....aku nggak bisa bacanya.............”

“Ibu....ini kayak mana ngerjainnya, aku kan belum lancar baca......”

Kalimat seperti ini mungkin tak asing di telinga guru kelas 1 di awal tahun pelajaran. Ya....bisa jadi tidak sedikit dari siswa baru kita yang belum bisa membaca apalagi menulis saat mereka memasuki jenjang SD. Mengenal huruf mungkin sudah, merangkai huruf menjadi sebuah suku kata pun barangkali sudah sedikit mereka pahami, namun untuk merangkai suku kata menjadi kata bisa jadi mereka belum terampil. Untuk siswa yang sudah mengenal pendidikan prasekolah di lembaga seperti TK/PAUD, sudah mengenal abjad, dan tentu tidak sulit bagi guru di kelas 1 untuk melanjutkannya sehingga mereka mampu merangkaikannya menjadi kata. Namun bagaimana jika siswa kita tidak mengenal huruf sama sekali? Entah karena siswa tersebut tidak sempat masuk TK, tidak dikenalkan oleh orang tua, atau barangkali disebabkan oleh berbagai keterbatasan mereka. Pembelajaran membaca perlu menjadi prioritas utama di level 1, karena membaca merupakan modal utama bagi siswa didik kita untuk memahami berbagai pengetahuan lain di jenjang berikutnya. 

Membaca merupakan keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannya, menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras (Kridalaksana, 1993:135). Sebenarnya banyak sekali metode yang dapat digunakan guru untuk mengajar membaca di kelas I SD. Demikian pula, dengan beragamnya trik yang bisa diaplikasikan di kelas, sehingga dapat menstimulus kemampuan baca siswa kelas I, yang mungkin masih terbata-bata mengeja huruf atau pun suku kata. Beberapa metode pembelajaran membaca yang terkenal, yaitu:

Metode Abjad. 

Metode ini biasanya digunakan bila siswa sama sekali belum mengenal huruf. Mula-mula guru memperkenalkan huruf (abjad) kepada siswa: a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z. Guru dapat membuat kartu-kartu huruf lalu di tempel di papan tulis (dalam ukuran yang cukup besar, sehingga terbaca oleh siswa) atau dapat juga membuat kartu huruf dalam ukuran yang lebih kecil sebagai media bermain kartu bersama siswa. Setiap kartu berisi satu huruf.  

Selanjutnya guru mencontohkan cara membaca huruf-huruf tersebut, kemudian meminta siswa menirukan. Mula-mula bersifat klasikal (seluruh kelas), kemudian dipecah-pecah lagi menjadi separoh kelas, seperempat kelas, per dua bangku, akhirnya perorangan, kembali dua bangku, seperempat kelas, separoh kelas, dan kembali ke seluruh kelas.

Apabila pengenalan huruf sudah lancar, maka guru mulai bisa menugaskan beberapa siswa untuk mengambil huruf-huruf tertentu dari kartu-kartu huruf yang tersedia. Biarkan siswa mengenal huruf-huruf itu tanpa makna karena tujuannya adalah mengenal dan memahami huruf (abjad). Lakukan kegiatan ini berulang-ulang sehingga siswa benar-benar mengenal dan memahami huruf-huruf itu.

Selanjutnya, kegiatan dapat ditingkatkan dengan membentuk kata. Pilih beberapa konsonan dan vokal, yang apabila digabungkan membentuk sebuah kata yang bermakna. Misalnya: m a m a. Tempel huruf m-a-m-a di papan tulis. Tunjukkan kepada siswa bahwa kata itu dibaca mama. Kemudian tanyakan kepada siswa kata mama itu terdiri dari huruf apa saja, dan arahkan agar siswa dapat menyimpulkan sendiri bahwa apabila huruf m digabung dengan huruf a dibaca ma. Berikan contoh yang lain, misalnya: papa, lala, sasa, nana, dan lain-lain (sebaiknya guru mengambil contoh kata bermakna yang dekat dengan anak-anak, dan mulailah dengan kata yang terbuka terlebih dahulu). Begitu seterusnya, guru mulai menggabung-gabungkan konsonan dengan vokal, sehingga seluruh vokal (a, e, i, o, u) bisa digunakan. Contoh untuk konsonan tidak perlu diberikan semua. Huruf x dan z lebih baik diberikan belakangan.

Setelah siswa bisa membaca gabungan dua huruf konsonan-vokal, susunan bisa diganti menjadi vokal-konsonan. Misalnya: am, an, as, dan lain-lain. Setelah ini baru bisa dilanjutkan dengan tiga huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya: ban, man, dan, jan, tan,dan lain-lain.

Metode Kupas-Rangkai Suku Kata. 

Berbeda dari metode abjad di atas, metode kupas-rangkai suku kata ini dimulai dengan pengenalan kata terlebih dahulu. Misalnya: mama. Kita perlu juga menjelaskan arti kata mama itu kepada siswa agar mereka mendapatkan makna dari apa yang dipelajari.

Kata mama kemudian dipisahkan menjadi dua suku kata yaitu ma dan ma (ma-ma). Masing-masing suku kata dikupas lagi menjadi huruf-huruf, sehingga siswa mengenal bahwa kata mama itu terdiri dari huruf m-a-m-a. Sebaiknya mulailah dengan huruf kembar, misalnya ma-ma, walau pun terdiri dari 4 huruf, tapi sebetulnya hanya ada 2 huruf saja. Hal ini akan mempermudah siswa mengingat, bila dibandingkan dengan 4 huruf langsung, misalnya ma-du (m-a-d-u). Jangan lupa untuk tetap mengambil contoh kata-kata yang mudah dan dekat dengan kehidupan siswa, sehingga siswa lebih mudah memahaminya.

Bilamana siswa sudah lancar, guru dapat melakukan kegiatan selanjutnya yaitu mengenalkan kata-kata yang lain, sehingga pada akhirnya siswa bisa membaca sebuah kalimat, misalnya: mama saya rina, papa saya rudi, itu bola budi, dan lain-lain.

Contoh kata-kata yang mudah sebagai pendahuluan:

papa pa-pa p-a-p-a pa-pa papa
nana na-na n-a-n-a na-na nana
mata ma-ta m-a-t-a ma-ta mata

Metode Global. 

Menurut Teori Gestalt, suatu kesatuan lebih bermakna daripada bagian-bagian. Metode global dimulai dengan mengenalkan kalimat utuh kepada siswa. Contohnya: ibu makan nasi (disertai gambar), anak membaca tulisan tersebut, baru guru menjelaskan huruf-huruf yang dirangkai membentuk suku kata, kata, dan kalimat. Kalimat-kalimat yang dipilih adalah kalimat yang sederhana dan pendek-pendek dahulu, agar siswa tidak mengalami kesulitan.


Metode SAS — Struktural Analisa Sintesa.

Metode SAS dilaksanakan dengan menggunakan kartu kalimat dan papan flanel (softboard). Mula-mula guru menunjukkan gambar kepada siswa (namun jika guru bisa membawa benda asli sebagai media pembelajaran dan ditunjukkan kepada siswa, tentu akan lebih baik). Misalnya guru menunjukkan bola kepada siswa, kemudian berkata, ”Anak-anak, ini bola.” Suruh siswa mengulangi kata-kata guru. ”ini apa?” Siswa menjawab, ”ini bola”. Apabila siswa hanya menjawab bola saja, maka guru perlu membetulkan ucapan siswa, ”ini bola”. Guru menyuruh siswa menirukan kata-kata guru.

Kegiatan selanjutnya, guru menempelkan gambar bola di papan tulis. Di bawah gambar bola itu ditempelkan tulisan ini bola. Guru menunjukkan contoh membaca tulisan ini bola, dan siswa disuruh menirukan. Pastikan bahwa siswa seluruh kelas memperhatikan tulisan ketika mengucapkan kalimat ini bola. Gambar diambil, tulisan ini bola tetap tertempel di papan tulis. Guru menyuruh siswa membaca kembali tulisan ini bola tadi.
Kegiatan selanjutnya adalah menganalisis kalimat ini bola, menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf. Setelah itu, huruf-huruf dikembalikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat (sintesa).

Berikut adalah contohnya: membaca kalimat “ini bola”

                                 ini  -   bola

                                 i   - ni       bo -  la

                                 i  - n -  i       b  - o -  l -  a

                                 i  -  ni       bo – la

                                 ini  -  bola

                                 ini bola


Metode yang saya kemukakan di atas hanyalah alternatif yang bisa kita pilih sebagai sarana pembelajaran membaca di kelas. Tentunya guru dapat melakukan berbagai inovasi (disesuaikan dengan kemampuan dasar siswa kita pada umumnya) sehingga belajar membaca menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi anak didik kita. 



)* Dari berbagai sumber

2 komentar:

  1. makasih bu guru da pncerahan buat anak saya,yang msh susah untuk ajak belajar.....

    BalasHapus
  2. makasih bu guru da pncerahan buat anak saya,yang msh susah untuk ajak belajar.....

    BalasHapus