Minggu, 12 Mei 2013

Pilihan itu adalah “Berani Bersikap Asertif”




“Setiap dari kita memiliki hak untuk menjadi dan mengekspresikan diri sendiri, serta merasa nyaman ketika melakukannya, selama kita tidak melukai perasaan orang lain dalam prosesnya. Mempromosikan kesetaraan dalam hubungan manusia, yang memungkinkan kita untuk bertindak menurut kepentingan kita sendiri, untuk membela diri sendiri tanpa kecemasan yang tidak semestinya, untuk mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, untuk menerapkan hak-hak pribadi kita tanpa menyangkali hak-hak orang lain”. (Robert Alberti & Micheal Emmons dalam bukunya Your Perfect Right)


“Sepertinya bos nggak suka sama aku deh....nggak tau kenapa. Sedikit saja kesalahan yang aku lakukan rasanya langsung membuat bos kita murka sedemikian rupa. Perasaan kesalahan yang aku lakukan sama sekali tidak fatal, dan banyak kok yang melakukan hal seperti yang aku alami ini. Klo timbang terjadi gesekan sama teman kerja kan biasa ya.....tapi kenapa konflikku sama tetangga kapling sebelah ini jadi bikin si bos naik pitam, sampe-sampe langsung ngeluarin SP kayak gini. Lebay banget dah ah......” papar salah seorang karyawan sebuah institusi.

“Kamu sih....harusnya kamu itu nurut ajja apa kata bos. Nggak usah usul-usul atau pun kasih ide apa pun deh....disini mah enggak musim yang begitu-begituan. Ikutin ajja apa maunya si bos, ibarat kata mah...kita sebagai bawahan harus sami’na wa atho’na gitu deh sama bos, biar kata dia salah, atau pendapatnya enggak bener, diikutin ajja, dari pada kita jadi dapat masalah. Kesalahan yang sebenernya biasa-biasa saja, jadi luar biasa deh....Udah gitu, sebaik apa pun kamu kerja, ya...tetep ajja enggak kelihatan sama bos, yang keliatan mah salahnya doang.....udah deh, lebih baik diem dah klo kerja disini......” sahut karyawan yang lain menanggapi keluhan sahabatnya.

***********************************************
Tidak bolehkah seorang karyawan berpendapat, mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak yang dimiliki secara langsung, jujur, tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan? Haruskah seorang karyawan mematikan ide dan kreatifitasnya hanya karena ide itu bertentangan dengan ide sang pimpinan? Haruskah seorang karyawan memaksa diri untuk mengambil sikap permisif demi menghindarkan diri dari intimidasi dan sikap subyektif pimpinan? Lalu apakah salah bila seorang karyawan memilih untuk bersikap asertif? Apa makna sikap asertif ini?

******************************************

Bersikap “ Asertif ”???? Why not.....

Istilah “Asertif” sudah sangat populer bagi kita di dunia kerja. Beberapa definisi tentang “asertif” diantaranya adalah sebagai berikut: 

  • Asertif adalah sikap di mana seseorang mampu bertindak sesuai dengan keinginannya, membela haknya dan tidak dimanfaatkan oleh orang lain. Selain itu, bersikap asertif juga berarti mengkomunikasikan apa yang kita inginkan secara jelas dengan menghormati tanpa menyakiti orang lain.
  • Asertif merupakan ungkapan perasaan, pendapat, dan kebutuhan kita secara jujur, wajar dan tidak dibuat-buat. 
  • Asertif adalah sarana untuk menjadikan hubungan kita lebih setara dan menghindari perasaan direndahkan yang kerap kali datang bilamana gagal mengekspresikan apa yang sungguh-sungguh kita dambakan.
  • Asertif adalah Cara Efektif dalam mengekpresikan diri, mempertahankan harga diri, dan menunjukan rasa hormat kepada orang lain.
  • Asertif adalah kemampuan mengekspresikan hak, pikiran, perasaan, dan kepercayaan secara langsung, jujur, terhormat, dan tidak mengganggu hak orang lain. Jadi, berani untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran dengan apa adanya
  • Asertif artinya menyadari bahwa andalah penentu perilaku anda sendiri dan anda dapat memutuskan apa yang anda lakukan atau tidak. Kita juga menyadari kondisi yang sama yang dihadapi orang lain dan tidak berusaha mengendalikan mereka. 
  • Asertif  adalah cara kita mengekspresikan pikiran atau perasaan kita kepada orang lain tanpa bermaksud melukainya.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asertif adalah sikap positif bukan sikap negatif, asertif bukan agresif yang selalu  merugikan orang lain, bukan pula perilaku permisif/pasif yang dapat merugikan diri sendiri. Dengan Bersikap Asertif, seorang individu akan mampu mempertahankan kredibiltas dan eksistensi diri sebagai pribadi yang berguna bagi lingkungannya.

Ketika dalam suasana kerja seorang karyawan berani mengemukakan perbedaan pendapat dalam forum diskusi bersama pimpinan atau pun mengemukakan ide-ide kreatif (walau mungkin tidak sejalan dengan ide pimpinan), seorang pemimpin yang bijak tentu tidak akan menterjemahkan sikap asertif bawahannya sebagai sikap yang agresif, atau pun dianggap tidak bisa bekerjasama dengan pimpinan. Begitu pula bilamana seorang karyawan punya keberanian untuk membela haknya ketika terjadi konflik internal dalam organisasi, dimana sang karyawan merasa diperlakukan tidak adil oleh pimpinan karena keputusan yang diambil tanpa dasar yang jelas oleh sang pimpinan. Pembuatan keputusan yang tidak dilandasi aturan yang jelas saja sudah tidak dapat diterima oleh akal sehat, dan jelas akan menimbulkan kontroversi, apalagi bila kemudian pengambilan keputusan diwarnai oleh sikap subyektif pimpinan terhadap bawahannya. Sikap asertif yang ditunjukkan oleh bawahan sebenarnya adalah cara bawahan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain (pimpinan), tanpa bermaksud melukai orang lain (pimpinan) tentunya.

Memang, gaya kepemimpinan seseorang sangat dipengaruhi oleh kemampuan manajerialnya. Mary Parker Follet dalam Hani Handoko, mendefinisikan “manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain”. Definisi ini mengandung arti bahwa seorang pimpinan sebagai manajer akan melakukan pengaturan terhadap seluruh bawahan yang ada dalam organisasi yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan organisasi, dimana dalam pengaturan tersebut dibutuhkan kemampuan dan keterampilan tersendiri yang merupakan “seni manajemen”. Manajemen sebagai seni dapat diartikan bahwa dalam memanage bawahan untuk mencapai tujuan, sang manajer banyak dipengaruhi oleh keterampilan pribadi, bakat dan karakternya. Selain menggunakan kemampuan intelektualnya, seringkali manajer melibatkan unsur naluri dan perasaan dalam pencapaian tujuannya. Bilamana yang dikedepankan adalah perasaan yang obyektif, maka tentunya akan menghasilkan seni memanage yang positif pula. Namun bila sebaliknya, maka yang terjadi adalah sebuah kepemimpinan yang subyektif, mengedepankan perasaan, serta mengabaikan rasionalitas dan obyektifitas. Kondisi manajer/atasan yang semacam inilah yang membuat banyak karyawan menjadi ragu, takut, bahkan resisten terhadap sikap Asertif ditempat kerja. Asumsi mereka bahwa sikap asertif yang mereka tunjukkan akan mendapatkan balasan, perlawanan, teguran, peringatan dan banyak lagi  resistensi-resistensi negatif lain, bahkan tidak tertutup kemungkinan asertivitas seorang karyawan dapat mengancam keberlangsungan (posisi) kerja karyawan yang bersangkutan, entah itu berbentuk Pemutusan Kontrak Kerja secara sepihak (tanpa alasan yang jelas) bagi karyawan yang berstatus kontrak, membuat suasana tidak nyaman (sehingga karyawan tsb kemudian berpikir untuk resign) bagi karyawan yang berstatus tetap, memberikan “demosi”, sampai pada menunda promosi jabatan. Hal semacam ini semakin menguatkan persepsi karyawan, dan akan terus menghantui pikiran karyawan tsb, sehingga membentuk pola pikir untuk tidak bersikap asertif di tempat kerjanya. 

Harus diakui bahwa memang tidaklah mudah untuk mengimplementasikan sikap asertif ini. Namun sejatinya, siapapun dan dimanapun situasi dan kondisi kerja yang dihadapi, menuntut seseorang untuk mempunyai semangat, motivasi dan keberanian dalam mengapresiasikan ide, serta konsep dan gagasan, baik yang berkenaan dengan hak dan kewajiban individu (karyawan) maupun hak dan kewajiban institusi kerja. Sudah seharusnya kita yakin dan percaya bahwa Asertif bukanlah perilaku agresif,  pasif, submisif atau destruktif. Asertif merupakan representasi dari sikap “Obyektif, Reformis, Attractive, Normatif, Gentlman, Selektif dan Inovatif” yang dimiliki setiap karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya mengemban amanah institusi kerja dengan loyalitas penuh pada profesi yang dipilihnya, karena kesadarannya bahwa loyalitas ini dipertanggungjawabkan secara penuh terhadap Tuhan Sang Pencipta. Selain itu, seorang yang asertif akan dapat ikhlas menerima dengan lapang dada berbagai kritikan dan saran yang dapat meningkatkan kualitas diri atas berbagai kekurangan dan  kesalahan yang pernah/sedang dilakukan tanpa memandang siapa yang menyampaikannya, apakah itu berasal dari senior/yunior/atasan/bawahannya, asalkan kritik dan saran tersebut bermanfaat untuk memperbaiki kompetensi dan kualitas diri atau pun sesuatu yang dapat membangun semangat untuk bangkit dari keterpurukan.

Ciri-Ciri Asertif dan Sikap Assertivitas

Fensterheim dan Baer, (1980) berpendapat sesorang dikatakan mempunyai sikap asertif apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata maupun tindakan. 
  2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka. 
  3. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik. 
  4. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif. 
  5. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan.
  6. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak  menyenangkan dengan cara yang tepat. 
  7. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan. 
  8. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).

Kedelepan pandangan Fensterheim dan Baer diatas dapat menjadi sebuah penegasan dalam memposisikan diri kita (secara individu) sebagai manusia merdeka yang mempunyai hak, kewajiban dan martabat yang sama dengan yang lainnya dalam menentukan sikap,  bersuara/berpendapat, mengapresiasikan bakat, minat dan kemampuannya. Satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa Sikap Asertif adalah sikap/energi positif yang dapat membangun keharmonisan komunitas kerja dan meningkatkan keberlanjutan organisasi kerja, dan bukan sebaliknya. 



)*Dari berbagai sumber


Tidak ada komentar:

Posting Komentar